Langit malam tak gelap sepenuhnya, lampu-lampu kota menggantung di udara seperti harapan yang belum pasti. Sepulang kerja, Aku duduk di pojok kamarku, lampu temaram, sisa kopi pagi tadi masih setengah di gelas plastik.
Layar sistem kembali menyala otomatis di depan wajahku.
---
> [MISI BERJALAN: Dominasi Lembut]
[Progres: 0% → Butuh peningkatan interaksi emosional dan kontrol terhadap target]
[Rekomendasi Target: FEBY]
---
Kupandangi notifikasi itu beberapa detik. Aku menarik napas panjang.
Rita membuatku tenang—tapi lambat. Feby? Dia seperti bensin yang siap meledak... atau membuatku melesat.
> "Feby memang bahaya. Tapi kalau mau skill aktif lebih cepat, aku gak punya pilihan."
Aku membuka chat. Jemariku berhenti lama di atas keyboard sebelum akhirnya kuketik:
> Raksa: "Kamu di mana sekarang?"
Jawabannya datang dalam waktu kurang dari sepuluh detik.
> Feby: "Lagi nunggu kamu tanya itu dari kemarin ;)"
---
Aku mendengus kecil. Gaya bicaranya masih seperti dulu—licik tapi manis. Tapi entah kenapa... sekarang aku penasaran. Dia bukan Feby yang duduk di kelas dan menertawakanku karena sepatuku bolong. Dia Feby yang—entah bagaimana—menginginkanku hadir dalam permainannya.
> "Atau aku yang jadi pionnya tanpa sadar?"
Sistem menyahut seakan menjawab kegundahanku.
---
> [Kondisi Emosi Target: Tidak stabil – 41% penasaran, 39% dominasi, 20% tidak terdeteksi]
[Saran Sistem: Gunakan teknik verbal perlahan. Hindari reaksi fisik terburu-buru.]
---
Kupakai jaket, kunci motor kuambil. Jalan malam seperti biasanya lengang. Tapi isi kepalaku penuh kemungkinan.
> "Kalau aku terlalu cepat menyentuh dia, aku jatuh ke jebakannya. Tapi kalau terlalu lambat, sistem sendiri yang menghukumku."
Kupacu motorku ke arah perumahan Feby. Bukan untuk menyelesaikan masalah. Tapi untuk memulai peperangan emosional yang tak pernah kutahu caranya.
---
Di tengah jalan, sistem menampilkan pesan tambahan:
---
> [PERINGATAN KHUSUS – MISI BERJALAN]
"Feby sedang menyusun permainan. Target mungkin punya niat tersembunyi."
"MC diminta menjaga kendali, bukan mengikuti ritme target."
---
Aku membaca itu sambil tersenyum miring.
> "Terlambat. Aku sudah dalam permainannya sejak dia bilang 'kamu berubah.'"
---
Adegan ditutup di depan gerbang rumah Feby, lampu teras menyala, dan bayangan perempuan muncul dari balik jendela. Tangannya membuka gorden, lalu... senyuman itu muncul.
Senyuman yang tak lagi bisa kubaca sepenuhnya.
---
> "Selamat datang kembali, Raksa... ke dalam jebakan yang kamu kira permainan."
---
Pintu rumah Feby terbuka perlahan, aroma parfum mahal bercampur dengan hawa hangat dari dalam ruangan langsung menyergap wajahku.
> "Masuk aja," katanya dari balik pintu, dengan senyum separuh bibir yang entah mengundang atau menyindir.
Langkahku masuk terasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena ragu. Tapi karena… entah kenapa, aku merasa seperti masuk ke medan perang yang karpetnya diganti sofa empuk.
Feby mengenakan kaus hitam tanpa lengan dan celana pendek, rambutnya digerai, matanya bermain ke arahku seperti sedang menilai barang dagangan. Tapi nadanya… lembut.
Terlalu lembut.
> "Kamu haus? Mau teh, atau… aku?"
Aku menatapnya sekilas.
> "Teh aja. Manis, tapi jangan lebay."
Dia tertawa pelan, membuka kulkas sambil bergumam,
> "Dulu kamu nggak bisa ngomong kayak gitu. Dulu kamu cuma diem, senyum-senyum, terus nyodorin permen."
> "Dulu aku nggak ngerti dunia. Sekarang… aku punya sistem."
Tentu saja, kalimat itu cuma di dalam hati. Tapi sejujurnya, sistem pun tak bisa sepenuhnya membacanya.
Notifikasi muncul:
---
> [SISTEM: EMOSI TARGET MENINGKAT – INTERAKSI FISIK DIBUKA]
Rekomendasi: Tes dominasi ringan. Perhatikan reaksi.
---
Feby duduk di depanku, menyodorkan teh botol. Tangannya sengaja menyentuh jemariku.
Dingin.
> "Kamu nggak takut ke sini? Sendirian, cowok-cewek, malam-malam?"
> "Kalau takut, aku bawa helm dua."
> "Hmm... romantis. Atau waspada?"
> "Nggak tau. Tapi kalau kamu niat jebak aku, aku bisa lari sekarang."
> "Siapa bilang aku niat jebak?"
Dia mencondongkan badan. Jarak kami hanya sehelai napas.
> "Mungkin aku cuma kangen. Mungkin... aku cuma pengen ciuman lagi. Kali ini... nggak ada kamera."
Aku diam. Mataku menatap matanya. Tapi aku tahu, matanya bukan jendela. Mereka adalah labirin.
---
> [SISTEM: MODE TES MENTAL AKTIF]
"Target menyusun skenario. Jika MC menyerah, potensi kehilangan kontrol hubungan: 52%"
"Jika MC menahan, dan memutar keadaan: Skill Dominasi Lembut → 90% aktivasi"
---
> "Feby…"
> "Hmm?"
> "Ciuman bukan permainan."
> "Siapa bilang permainan nggak boleh pakai hati?"
Dia menyentuh pipiku, pelan. Tapi kali ini, aku tak bergerak.
> "Kamu pikir aku masih bocah ya?"
> "Justru itu. Sekarang kamu lebih berbahaya, Raksa. Tapi sayangnya, kamu belum tahu... aku lebih dulu belajar bahaya."
---
> [SISTEM: TARGET MENINGKATKAN TEKANAN EMOSIONAL]
Efek ke MC: Stabil – Fokus terjaga
Efek ke Target: Antisipasi – Rasa penasaran 71%, niat manipulasi 62%
---
Aku tersenyum tipis.
> "Oke. Kalau kamu anggap aku pion, mainkan aku sebaik-baiknya."
> "Hah?" wajah Feby sedikit berubah.
> "Tapi kalau nanti aku yang balik mainin kamu... kamu harus siap jadi bidak yang jatuh cinta."
Dia terdiam. Mulutnya terbuka sedikit, tapi tak ada kata keluar.
---
> [SISTEM: EMOSI TARGET TERGOYAH – STATUS: "TAK TERDUGA"]
Skill Dominasi Lembut 100%
V Skill Aktif Baru: Dominasi Lembut
---
Aku berdiri. Kupakai helm, menatapnya sekali lagi sebelum pergi.
> "Aku bukan datang untuk ciuman, Feby. Aku datang buat ngasih tahu... aku udah berubah. Dan kali ini, kalau kamu main api, aku gak akan jadi abu. Aku akan jadi asap yang bikin kamu kehilangan arah."
Pintu kututup pelan. Tapi jantungku berdebar.
Feby tak tertawa. Tak mengejek. Tak memanggil. Dia hanya diam.
Dan di belakangku, suara sistem masuk.
---
> [KONDISI: TARGET MENGALAMI GANGGUAN EMOSI]
> Status: Kebingungan, tertarik, tersinggung
Resiko bentrokan dengan target lain dalam 48 jam: TINGGI
---
Langit malam berubah muram. Aku berjalan kaki menyusuri gang sempit dari rumah Feby ke tempat motorku diparkir. Langkahku lambat, bukan karena lelah, tapi karena otakku terus memutar ulang semua dialog barusan.
> "Ciuman bukan permainan." "Tapi siapa bilang permainan nggak boleh pakai hati?"
Suara Feby masih terngiang. Senyumnya, sentuhannya, tatapan itu... semua terlalu sempurna.
Terlalu dibuat-buat.
---
[SISTEM: STATUS EMOSIONAL ANALISIS]
> Feby: Penasaran – 67%
Niat manipulasi – 59%
Hasrat terhadap MC – 28%
!! Peringatan: Data inkonsisten. Target menyembunyikan emosi dengan teknik sosial lanjutan.
---
> "Sial… dia pintar. Bahkan sistem pun mulai kesulitan membaca dia."
Aku sampai di motor. Kupandangi dashboard sejenak, lalu layar sistem menyala kembali — kali ini lebih besar, dengan warna merah menyala di bagian atas.
---
[MISI UTAMA DIPERBARUI]
Misi: Aktivasi 4 Skill Dasar — Telah Selesai
Misi Lanjutan Terbuka: "Sinkronisasi Emosi Ganda"
> Deskripsi: Kendalikan dua target dengan intensitas emosi berbeda
Tujuan: Membuat dua target percaya bahwa mereka masing-masing istimewa
Deadline: 72 jam
Risiko kegagalan: Salah satu atau kedua target meninggalkan sistem
Hadiah: Unlock Skill "Harmoni Harem"
---
Aku menghela napas.
> "Dua wanita. Dua dunia. Dan aku disuruh jadi jembatannya."
Ponselku berbunyi. Pesan dari Rita:
> "Raksa, kamu sibuk? Aku gak tahu kenapa, tapi rasanya pengen cerita. Malam ini… bisa?"
Lalu pesan Feby menyusul, beberapa detik kemudian:
> "Tadi kamu keren. Aku suka kamu yang sekarang. Besok mampir lagi, ya?"
Aku menunduk, memandangi dua notifikasi di layar ponsel.
Lalu sistem memberikan satu kalimat yang menusuk:
---
> [SISTEM: "Satu Umpan Telah Dimakan. Tapi Perang Belum Dimulai."]
"Jika kau gagal menyeimbangkan emosi keduanya, hanya ada satu akhir: kehilangan keduanya… atau dirimu sendiri."
---
Aku mendongak ke langit. Bintang-bintang masih berkedip, tapi tak satupun membentuk petunjuk.
> "Kemenangan itu bukan soal
menaklukkan… tapi bertahan saat dua hati saling tarik dan saling racuni."
Kupasang helm, nyalakan motor.
> "Permainannya belum selesai. Tapi kali ini, aku yang pegang bidaknya."
Gas kuputar pelan. Jalan malam mulai kosong. Tapi pikiranku justru semakin padat.
Karena untuk pertama kalinya…
Aku merasa benar-benar sendirian.
---