Cherreads

Chapter 12 - Setelah Hujan, Sebelum Rindu -18+

Hujan belum berhenti sejak sore. Rintiknya seperti tak mau kalah bersaing dengan debar di dadaku. Aku duduk di tepi kasur, mengenakan kaus pinjaman dari Rita dan celana pendek yang sudah sedikit kebasahan tadi. Badanku masih hangat seusai mandi. Tapi ada yang lebih hangat dari itu—suara langkahnya yang mendekat perlahan dari dapur.

Rita muncul dengan rambut basah, mengenakan daster tipis warna lavender yang hampir menyatu dengan kulitnya. Ia membawa dua cangkir cokelat panas, lalu meletakkan salah satunya di meja kecil di samping tempat tidurku.

> "Kopi malam-malam itu bikin dada deg-degan. Jadi aku buatin cokelat ya," ucapnya.

Aku hanya mengangguk. Tenggorokanku terasa kering, padahal baru saja mandi. Bukan karena cokelatnya, tapi karena berkumpulnya… hangat tapi menyelidik. Dia tidak banyak bicara malam ini. Tapi setiap geraknya terasa seperti percakapan panjang yang tidak diucapkan.

Ia duduk di sisi kasur, sedikit membelakangi aku, mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Aku bisa melihat tulang bahunya bergerak, lengan rampingnya naik turun pelan.

> "Kamu... nyaman di sini?" tanyanya tiba-tiba, tanpa menoleh.

> "Nyaman banget. Mungkin terlalu nyaman," jawabku, jujur.

> "Terlalu nyaman itu kadang berbahaya," pelan, lalu menoleh dan melihatnya.

> "Aku tahu."

Kami saling diam. Hanya suara hujan dan detak waktu yang terasa lambat. Pandangannya turun ke bawah yang memegang cangkir, lalu naik lagi ke mataku. Ia menggeser duduknya mendekat.

> "Kamu tahu kenapa aku mengizinkan kamu tidur di sini?"

Aku menggeleng, meski mungkin aku sudah tahu jawabannya.

> "Karena kamu gak pernah maksa… tapi kamu juga gak pernah mundur."

Kalimat itu seperti magnet. Menghapus jarak di antara kami. Tanganku refleks menggenggam tangan. Hangat. Lembut. Ia tidak menariknya. Malah mengaitkan jemarinya di sela-sela jemariku.

> "Kamu bikin aku lupa kalau aku janda."

Aku menatap lama. Tak ada suara sistem, tak ada notifikasi. Hanya suara jantungku sendiri.

> "Dan kamu bikin aku merasa… mungkin aku juga layak disayangi."

Aku tidak tahan lagi.

Aku mendekat, menatap matanya lebih dalam dari sebelumnya. Bibir kami bertemu—lembut, pelan, jujur. Tidak ada nafsu yang terburu-buru. Hanya pengakuan yang tak sempat ditulis di mulut. Tangan Rita menyentuh wajahku, mengelus pipiku seolah memastikan aku nyata.

Ciuman itu berubah dari pelan menjadi lebih berani. Tubuh kami mendekat, dada menempel di dadaku. Aku bisa mencium aroma sabun yang belum sepenuhnya kering darinya.

> "Raksa…" bisiknya, hampir seperti rintihan.

> "Aku nggak pengen buru-buru. Tapi aku juga nggak mau ini berakhir malam ini aja."

> "Malam ini baru mulai," jawabnya.

---

#[SISTEM: EMOSI INTIM MELEDAK]

#[Pemicu aktif: Potensi Skill Stamina – 94%]

---

Aku menciumnya lagi. Kali ini lebih dalam. Tangan kami saling menggenggam, saling menjelajah, saling mengakui.

Dan malam itu… akhirnya menjadi malam yang tak hanya menghangatkan tubuh, tapi juga menghancurkan batas antara "misi" dan "perasaan".

---

Tubuhku terbaring setengah di atas kasur, setengah di pelukan Rita.

Rambutnya berantakan menempel di pipiku. Nafasku belum sepenuhnya teratur, dan pikiranku… masih terbang entah ke mana. Ada perasaan ringan seperti baru menyelesaikan maraton, tapi juga bergetar seperti baru membuka pintu yang tidak seharusnya.

> "Kamu baik-baik saja?" tanya Rita sambil mengelus punggungku.

Aku mengangguk pelan. Tapi di balik diamku, tubuhku terasa… lain. Lebih hidup. Lebih panas. Lebih sensitif.

---

#[SISTEM: KETERAMPILAN "STAMINA" AKTIF]

#ya Efek: Energi tubuh meningkat, hasrat seksual stabil, kontrol ejakulasi meningkat

---

Jantungku berdegup cepat, tapi bukan karena gugup. Rasanya seperti… tubuhku memintaku kembalinya. Dan efek sistem membuat sadar sepenuhnya.

Tapi aku… malu.

> "Kamu gemetaran," bisik Rita.

> "Aku…" suaraku nyaris tak terdengar, "masih pengen. Tapi… aku gak enak ngomongnya."

Dia tertawa pelan. Tatapannya dengan kelembutan yang tidak bisa dibaca hanya dari kata.

> "Kamu tahu," katanya sambil mengangkat daguku agar menatapnya, "pria yang tahu batas itu jauh lebih menarik dari yang sok perkasa."

> "Tapi malam ini kamu boleh melupakan batas sebentar."

Tangannya menyentuh dadaku, lalu menarikku ke atas tubuhnya.

> "Kali ini… kamu yang memimpin."

Aku menatap wajahnya, ragu, tapi juga terbakar. Nafasnya sudah mulai berat, dan matanya tidak menghindar sedikit pun. Jemarinya menuntunku menyentuhnya lagi. Dan kali ini, aku tidak menahan diri.

Kami berciuman lagi, lebih panas, lebih dalam. Tanganku menyentuh sisi tubuhnya, menyelami aroma kulitnya, dan tak lama, kami kembali menyatu dalam pelukan yang mendidih dalam diam.

---

# [SISTEM: Efek Skill Stamina – Kinerja meningkat. MC mendominasi secara lembut. Target intensitas emosi: 84%]

---

Napas kami bertaut, kulit kami lengket oleh keringat, tapi tidak ada yang memedulikan itu. Dunia seperti mengecil, yang tersisa hanya kasur, tubuh kami, dan suara desahan yang tertahan.

Setelah selesai untuk kedua kalinya, aku terbaring di sana. Tidak ada kata. Hanya suara hujan yang masih turun perlahan di luar jendela.

Aku menatap wajah Rita yang masih memejamkan mata. Tapi sebelum keberanian itu hilang, aku membisikkan sesuatu.

> "Aku cinta kamu."

Dia tidak menjawab.

Aku pun memejamkan mata, terlelap dengan pelan, merasakan tubuh dan jiwaku telah menyatu… setidaknya malam ini.

---

Rita membuka matanya perlahan. Menatap wajahku yang damai dalam tidur. Tangannya menyentuh pipiku, lalu berbisik sedikit.

> "Aku juga cinta kamu, Raksa… Tapi kamu gak tahu siapa aku sebenarnya."

Dia mencium keningku pelan, lalu berbisik sangat pelan, seolah pada dirinya sendiri.

> "Dan semoga kamu tetap cinta… meski tahu aku bukan hanya seorang janda."

---

# [SISTEM: TARGET EMOSI = 90%]

# Status: Rasa cinta tulus aktif. Resiko kerugian meningkat jika dikhianati]

---

More Chapters