Cherreads

Chapter 12 - Eps12: Elira Jatuh

Langit senja menyelimuti Elarion dengan warna tembaga yang murung. Setelah pertempuran besar di Gerbang Lautan, pasukan Cahaya kembali ke Kota Aurath dalam diam. Tidak ada sorak kemenangan. Hanya luka dan kelelahan.

Abbas duduk di atas balkon kuil, memandangi kota yang mulai menyalakan lentera satu per satu. Tangannya masih bergetar. Ia telah merasakan kekuatan penuh Solara dan harga yang datang bersamanya.

Elira berdiri di belakangnya. Diam, seperti biasa. Tapi kali ini, wajahnya pucat.

“Kau kelelahan,” kata Abbas, tanpa menoleh.

“Semua orang kelelahan,” jawab Elira. Ia tersenyum tipis, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya.

Abbas akhirnya menoleh dan menatapnya dalam-dalam. “Ada yang kau sembunyikan.”

Elira menghela napas. “Aku... merasakan gerakan di selatan. Bukan pasukan besar. Hanya satu... tapi sangat kuat.”

“Zhun?” tebak Abbas.

Elira mengangguk.

Zhun mantan manusia, kini pelayan utama Val’Tharok. Disebut-sebut sebagai "Bayangan Kedua", karena kekuatannya hanya di bawah Val’Tharok sendiri. Tidak ada yang tahu pasti siapa dia dulu… kecuali Elira.

“Aku akan pergi. Sendirian,” katanya.

Abbas bangkit. “Tidak. Aku ikut.”

“Kau belum pulih.”

“Dan kau ingin menghadapi Zhun sendiri?”

Elira menatapnya tajam. Tapi di balik ketegasan itu, ada ketakutan. Bukan pada Zhun, tapi pada kenangan.

“Elira,” kata Abbas, perlahan. “Apapun yang terjadi di masa lalu... kau tidak harus menanggungnya sendiri.”

Dan akhirnya, dia mengangguk.

Benteng Runtuh

Mereka berangkat malam itu, berdua, menunggang Varn dalam wujud kudanya. Perjalanan ke arah selatan membawa mereka ke reruntuhan Benteng Galvinar, bekas markas Penjaga Ketujuh yang dulu dihancurkan dalam Perang Bayangan pertama.

Tapi malam itu, reruntuhan itu hidup kembali dengan kegelapan.

Zhun berdiri di tengahnya. Tinggi, berjubah hitam, matanya kosong seperti langit tak berbintang. Di tangannya, pedang kurus yang meneteskan kabut kelam.

“Elira,” katanya dengan suara dalam yang menggema seolah keluar dari perut bumi. “Kau datang seperti dulu. Tapi kali ini... tanpa alasan untuk menang.”

Elira turun dari Varn. Abbas bersiap, tapi ia mengangkat tangan. “Biar aku dulu.”

Zhun menatap Abbas. “Jadi ini bocah itu? Penjaga terakhir. Harapan kecil yang bahkan belum memahami kutukannya sendiri.”

Elira tidak bicara. Ia menyerang.

Sayap peraknya membentang, ia meluncur seperti kilat ke arah Zhun. Pedangnya menyala, bentrok dengan bilah gelap Zhun. Percikan cahaya dan bayangan meledak.

Pertarungan mereka seperti tarian maut. Cepat. Membara. Mengiris malam.

Abbas hanya bisa menatap kekuatan mereka di luar batas manusia.

Tapi kemudian, sesuatu berubah.

Zhun membisikkan sesuatu pada Elira dan saat itu juga, gerakannya ragu.

Zhun memanfaatkan momen itu. Bilahnya menembus sisi perut Elira. Cahaya meledak. Elira jatuh.

Kejatuhan

“ELIRA!!” teriak Abbas, berlari ke arahnya.

Zhun berdiri tenang. “Ia masih hidup. Untuk sekarang. Tapi aku sudah cukup mengirimkan pesanku.”

Abbas menatapnya dengan amarah dan kesakitan. “Mengapa kau lakukan ini?!”

Zhun menatapnya. “Kau akan tahu. Ketika cahaya dalam dirimu berubah menjadi beban. Ketika dunia yang kau selamatkan... melupakanmu.”

Lalu ia menghilang dalam kabut gelap.

Abbas memeluk Elira yang berlumuran darah. Nafasnya pendek. Matanya perlahan tertutup.

“Jangan tidur...” bisik Abbas. “Kau tidak boleh tidur.”

“Abbas...” bisik Elira. “Dulu aku takut kau akan menghilang. Tapi sekarang... aku yang pergi duluan...”

Air mata jatuh dari mata Abbas. Tapi tiba-tiba, cahaya dari dadanya bersinar lagi. Solara merespons. Tapi kali ini bukan untuk menyerang, melainkan... menyembuhkan.

Ia meletakkan tangannya di luka Elira. Cahaya mengalir. Perlahan, luka itu berhenti berdarah. Nafas Elira menjadi sedikit lebih tenang.

Namun, sebagian cahayanya... hilang dari tubuh Abbas sendiri.

Pengorbanan Pertama

Di perjalanan kembali, Elira tak sadarkan diri. Abbas memang berhasil menyelamatkannya—tapi dengan menukar sebagian dari kekuatan Solara miliknya. Sekarang, kekuatannya hanya sebagian dari yang dulu.

Zera menyambut mereka dengan panik. Saat ia melihat keadaan Elira, matanya berkaca-kaca. Ia ingin memeluk Abbas, tapi urung.

Kaelus datang tak lama kemudian. “Zhun berhasil menyampaikan peringatannya.”

Abbas menunduk. “Dia tak hanya melukai Elira. Dia melukai... alasan aku bertarung.”

Kaelus menghela napas berat. “Maka sekarang, kau harus belajar bagaimana bertarung tanpa cahaya penuh. Karena kau tak akan punya waktu untuk memulihkannya.”

Akhir Bab

Di dalam kamarnya, Abbas duduk di samping tempat tidur Elira. Ia masih belum sadar. Tapi wajahnya tenang.

Abbas menggenggam tangan Elira, dan berkata pelan, “Aku janji. Aku akan mengakhiri ini. Untukmu. Untuk dunia ini. Untuk semua yang telah kulupakan… dan akan kulindungi.”

Dan di luar jendela, bulan penuh menyinari kota yang bersiap menghadapi badai berikutnya.

More Chapters