Cherreads

Chapter 3 - BAB 1 CHAPTER 3 - RIUH KECIL DI TENGAH DUNIA YANG RETAK

Chapter 3 - Riuh Kecil di Tengah Dunia yang Retak

Langit pagi menyambut dengan cahaya lembut yang menelusup melalui celah-celah jendela. Hembusan angin membawa aroma embun dan bunga liar yang tumbuh di pekarangan kecil tempat mereka tinggal. Di tengah segala keterbatasan dan dunia yang porak poranda, rumah itu tetap menjadi tempat yang hangat, seolah menjadi sisa terakhir dari dunia yang pernah damai.

Aeryn, yang kini berusia tiga tahun lebih, duduk di atas permadani empuk dengan boneka beruang cokelat tua di pelukannya. Ia menatap penuh perhatian ke halaman buku bergambar yang terbuka di pangkuannya, meskipun sebagian besar kata-kata di dalamnya belum bisa ia baca. Bibirnya menggumamkan suara-suara kecil seolah sedang membacakan cerita untuk bonekanya.

"Ini Liora... kamu harus dengar cerita ini baik-baik," katanya dengan suara pelan dan nada penuh kasih. Boneka itu ia peluk lebih erat seolah mengerti dan membalas kehangatan yang ia beri.

Dari dapur mungil di ujung ruangan, terdengar suara lembut langkah kaki Elyra. Ia membawa secangkir minuman hangat dan semangkuk kecil buah yang dipotong rapi. Rambut putihnya tergerai, sebagian terselip rapi di balik telinga. Mata letihnya tampak sedikit teduh saat memandangi putrinya.

"Aeryn," panggil Elyra lembut. "Sudah waktunya makan dulu, ya. Setelah itu, Ayah akan kembali sebentar dari penjagaan luar."

Mata Aeryn berbinar, ia segera bangkit dan berlari kecil dengan langkah sedikit goyah namun penuh semangat. "Ayah pulang? Hari ini?"

Elyra tersenyum, meski bayangan kekhawatiran tak sepenuhnya bisa ia sembunyikan. "Hanya sebentar, sayang. Tapi iya, Ayah akan datang sebentar lagi."

Tak lama, suara pintu utama terbuka perlahan. Angin dingin musim kering menyelusup masuk bersamaan dengan sosok tinggi berjubah gelap. Kaeren berdiri di ambang pintu, membawa aroma khas logam dan tanah. Wajahnya sedikit kusam, namun senyumnya hangat saat melihat Aeryn.

"Aeryn... Ayah pulang, ayah sangat merindukan dirimu sayang, "

Dengan riang, Aeryn melesat ke pelukannya. Kaeren mengangkat tubuh kecil itu tinggi-tinggi, membuat tawa ceria meletup dari bibir Aeryn. Tawa itu—murni dan nyaring—mengisi ruang yang selama ini sunyi oleh ketegangan.

"Kamu makin berat, nak," gurau Kaeren, kemudian menurunkannya dan menatap wajah Aeryn yang tertawa geli.

"Humph- Aku tidak berat ayah, ayah saja yang melemah wlee" Menjulurkan lidah dan mengejek Kaeren

"Hahaha, kamu mungkin benar" kata Kaeren dengan lembut, sembari menurunkan dan melepaskan Aeryn dari pelukan nya

"Selamat datang kembali sayang, apakah istri mu yang cantik ini tidak kamu rindukan juga? Sedihnya" Elyra berpura-pura sedih dan meneteskan air mata

"Hahaha tentu aku juga merindukan dirimu sayang," Berjalan kearah Elyra dan memeluk Elyra

"Apakah hanya sebatas pelukan saja kerinduanmu pada diriku sayang?" Elyra bertanya dengan nada sedikit kesal dan cemburu

"Hahaha, istriku cemburu kepada anak gadisnya? Ahaha" Kaeren tertawa

"Umu.. " Elyra mencubit pipi Kaeren dengan kencang

"Aduh- aduh- duh, itu sakit sayang, tolong hentikan, dan juga Aeryn sedang melihat kita" Kaeren memohon dengan tulus

Aeryn yang menyaksikan ibunya melakukan kekerasan dalam rumah tangga kepada ayahnya hanya bisa terdiam, dan melihat ayahnya kesakitan

"Aku tidak akan berhenti, kecuali kamu meminta maaf dan menciumku dulu" kata Elyra

"Aw- aw baiklah sayang, aku minta maaf karena mengatakan kamu cemburu pada anak gadis muda karena aku memeluk nya duluan ketimbang ibunya yang cantik" kata Kaeren memuji sembari meminta maaf kepada Elyra

"Humph- aku tidak akan terbuai dengan pujian murahan itu" kata Elyra

chuu *sfx ciuman :v*

"Apakah dengan itu aku bisa dimaafkan sayang?" kata Kaeren

"Humph- hanya kali ini saja," kata Elyra

"Baiklah terimakasih sayang," kata Kaeren

"Ehh ibu yang cerewet luluh oleh ayah hanya dengan pujian dan ciuman saja? Itu tidak adil!" kata Aeryn sedikit kesal dengan imut

Elyra yang menerima ciuman dari suaminya Kaeren, setelah diberi pujian dan ciuman olehnya dan ejekan dari gadis kecil anaknya, tidak bisa marah lagi dan membiarkan Kaeren

"Baiklah mari kita duduk dan mengborol di ruang utama, aku akan menceritakan pengalamanku tadi saat patroli diluar," kata Kaeren

Mereka duduk bertiga di ruang utama. Kaeren menceritakan hal-hal ringan: bunga liar yang tumbuh di reruntuhan, seekor burung kecil yang mencoba membangun sarang di tempat yang mustahil, atau sekadar mendongeng tentang bintang-bintang yang pernah mereka lihat bersama Elyra.

Tapi di balik semua itu, ada bisik samar yang membayang. Dunia di luar perlahan runtuh. Gerbang penjaga retak. Fragmen mulai beresonansi liar. Kaeren dan Elyra tahu—waktu mereka semakin sempit.

Namun tak satu pun dari itu mereka ucapkan hari itu. Mereka memilih diam dan menghadiahkan satu hari penuh untuk Aeryn. Satu hari yang tenang. Satu hari yang utuh.

Di malam harinya, Elyra menidurkan Aeryn di ranjang kecilnya. Ia menyelimutinya, menyelipkan Liora di sampingnya, dan membisikkan sebuah lagu pengantar tidur dari masa sebelum perang.

Kaeren berdiri di ambang pintu, memperhatikan dengan tenang. Matanya menatap anak itu—harapan mereka, penanda bahwa dunia belum sepenuhnya hancur.

Saat cahaya lentera meredup dan Aeryn perlahan tenggelam dalam tidur, dunia pun ikut hening. Di luar sana, langit penuh bintang, namun sebagian dari cahaya itu bukan lagi cerminan kedamaian.

Sebagian dari cahaya itu adalah peringatan akan apa yang akan datang.

To be continued...

More Chapters