BAB 1 CHAPTER 2 - KETIKA DUNIA MENYAMBUTMU
Langit yang kelabu menggantung rendah di atas reruntuhan, seolah dunia belum benar-benar bangkit dari luka perangnya. Hembusan angin membawa aroma tanah basah dan logam tua yang berkarat, menyusuri sisa-sisa dinding bangunan yang belum runtuh sempurna. Di tengah kehancuran itu, sebuah bangunan sederhana berdiri tegak, dinding-dindingnya diperkuat dengan fragmen logam pelindung, dan lapisan pelindung ether yang nyaris tak terlihat menyelubungi atapnya.
Di dalamnya, suasana terasa berbeda. Hangat. Sunyi. Sakral.
Elyra terbaring di atas dipan berselimut linen putih, tubuhnya dibasahi peluh dan wajahnya pucat, namun sorot matanya tetap menyala. Kaeren duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat-erat. Jari-jarinya kasar dan penuh bekas luka, tapi cara ia memegang tangan Elyra seperti menyentuh kelopak bunga. Lembut. Penuh rasa takut. Dan harapan.
"Sedikit lagi, Ely... Sedikit lagi," bisik Kaeren, suaranya nyaris tak terdengar.
Teriakan Elyra pecah lagi, menembus keheningan bangunan itu. Para penyembuh yang berdiri di sekitarnya tetap tenang, tapi wajah mereka tak bisa menyembunyikan ketegangan. Bayi ini bukan sekadar anak biasa. Ia adalah penerus dari dua jiwa yang telah menyatu dengan kekuatan dunia—dan mungkin, sesuatu yang lebih dari itu.
Tiga puluh tujuh jam berlalu sejak kontraksi pertama.
Lalu, saat suara tangis pertama pecah, dunia seolah berhenti sejenak. Hujan yang semula deras berubah menjadi gerimis halus. Ether di udara bergetar pelan, seperti menyambut sesuatu yang lama dinanti.
Kaeren menerima bayi itu langsung dari tangan penyembuh. Tangannya gemetar saat ia mengangkat tubuh mungil yang masih dibalut selimut. Bayi itu berhenti menangis saat disentuh oleh kedua orang tuanya, dan untuk sesaat, dunia terasa hening.
"Apa... Apa kelaminnya?" kata Elyra dengan suara lemah
"Dia... dia perempuan," kata Kaeren dengan suara bergetar.
Elyra mengangguk perlahan, matanya tak berkedip menatap wajah kecil yang baru saja datang ke dunia ini.
"Nama apa yang ingin kita berikan padanya sayang? " kata Elyra dengan nada lemah
"Aeryn," bisik Kaeren. "Namanya Aeryn."
"Aeryn?, apa arti nya sayang?" kata Elyra dengan nada lemah
"Aeryn itu kata yang berasal dari bahasa kuno kami para Custodian, yang memiliki arti “Cahaya kecil yang lahir dari keheningan”, kurasa itu cocok dengannya, bagaimana sayang?" kata Kaeren dengan nada lembut
Memberikan Aeryn kepada Elyra untuk digendong. Elyra menerimanya dengan hati-hati, dia merasa bahwa jika dia tidak hati-hati bayi kecil dalam pelukan nya akan hancur seketika
"Aeryn..? Aku juga suka dengan nama itu sayang, mulai sekarang namamu adalah Aeryn," kata Elyra dengan lembut sambil mengelus kepala Aeryn kecil yang masih lemah dalam pelukan nya
---
Dunia tak memberikan banyak waktu bagi keluarga kecil itu untuk larut dalam kebahagiaan. Di luar, suara dentuman masih terdengar dari kejauhan. Sisa-sisa konflik antara mereka yang belum menerima kekalahan masih terus bergolak. Namun di dalam rumah itu, dunia tampak berputar lebih lambat.
Beberapa hari setelah kelahiran Aeryn, Elyra memandangi langit malam dari jendela, sambil menyusui bayinya. Wajahnya terlihat damai, meski bayangan kelelahan tergurat jelas.
"Kaeren... apakah kau yakin dengan semua ini?" tanyanya pelan.
Kaeren yang berdiri tak jauh, mengangkat kepala. Ia tengah membersihkan fragmen senjatanya, sebuah kebiasaan yang tetap ia jaga bahkan saat dunia mencoba berdamai.
"Dengan Aeryn?" tanyanya.
Elyra mengangguk. "Dengan membawanya ke dunia yang seperti ini. Dunia yang belum benar-benar sembuh."
Kaeren mendekat, duduk di sampingnya, dan memandang bayi mungil itu yang tertidur pulas di pelukannya.
"Dunia memang belum sembuh. Tapi mungkin... dia adalah bagian dari penyembuhannya."
---
Pada usia tiga bulan, Aeryn mulai menunjukkan tanda-tanda yang tak biasa.
Fragmen milik Elyra—Mnemosyne—kadang bergetar lembut saat Aeryn menyentuhnya, seolah merespon keberadaannya. Dan suatu malam, ketika Kaeren sedang menggendongnya sambil berdiri di bawah langit berbintang, kristal dari fragmen miliknya, Nexveil, berpendar samar. Bukan dalam bentuk kekuatan destruktif, tapi kehangatan yang lembut.
"Dia mengenali kita," bisik Elyra, memeluk Kaeren dari belakang.
"Atau mungkin... dunia mengenali dia."
---
Pada usia satu tahun, Aeryn mulai berjalan. Langkah-langkahnya labil, tapi semangatnya tak pernah surut. Ia sering mengejar kupu-kupu ether yang berkeliaran di taman kecil di belakang rumah mereka, tertawa tiap kali sayap transparan itu menyentuh wajahnya.
Kaeren membangun taman itu sendiri—sebuah tempat kecil penuh tanaman penyerap ether, agar Elyra dan Aeryn tetap aman. Tak banyak yang tumbuh subur di dunia ini sejak perang besar, tapi di tempat itu, warna hijau dan biru muda tetap hidup.
Elyra sering duduk di ayunan sambil memangku Aeryn, menyenandungkan lagu-lagu lama yang dulu hanya menjadi gema di ingatannya. Lagu-lagu dari masa kecilnya. Lagu-lagu yang kini ia wariskan pada anaknya.
---
Usia dua tahun.
Aeryn sudah mulai berbicara. Kata pertamanya bukan "Ibu" atau "Ayah", melainkan sesuatu yang membuat Kaeren dan Elyra terdiam lama.
"Arkheia."
Kaeren langsung menatap Elyra. Mata mereka saling bertemu, dan dalam diam mereka tahu: ini bukan kebetulan.
Elyra menggenggam tangannya erat-erat. "Kau kira dia bisa melihatnya?"
"Atau mendengarnya. Mungkin... dipanggil olehnya."
Malam itu, Elyra menulis catatan panjang di jurnal pribadinya. Tentang pengaruh fragmen, tentang gema yang terasa, dan tentang ketakutan terbesarnya—bahwa Aeryn mungkin ditakdirkan untuk hal yang lebih besar dari yang bisa mereka lindungi.
---
Usia tiga tahun.
Aeryn duduk di ruang kerja Kaeren, menggambar menggunakan kapur ether. Ia mencoret-coret meja kayu tua itu, membuat pola yang tak bisa dimengerti oleh siapapun... kecuali Kaeren.
"Ini... ini struktur jalur ether di barat Arkhelan," gumam Kaeren, matanya membesar.
Aeryn menatap ayahnya sambil tersenyum lebar. "Aku lihat dalam mimpi."
Kaeren memeluknya erat. Hatinya bangga, tapi juga cemas. Terlalu dini. Terlalu banyak. Tapi ia tak bisa menyangkalnya—putrinya adalah jembatan antara dunia ini dan sesuatu yang lebih luas.
Elyra hanya menatap mereka dari ambang pintu. Senyumnya tipis. Matanya berkaca-kaca.
---
Tahun-tahun awal kehidupan Aeryn adalah perpaduan antara cinta dan kecemasan. Ia tumbuh dikelilingi oleh dua sosok luar biasa yang mencoba memberi dunia yang damai, meski bayang-bayang konflik terus mengintai. Mereka tahu tak bisa selamanya melindungi Aeryn. Tapi mereka percaya, dengan cinta yang cukup, mereka bisa memberinya pondasi yang kuat.
Dan dunia, seolah merestui harapan itu. Karena setiap kali Aeryn tertawa, langit selalu terasa sedikit lebih cerah. Dan setiap kali ia menangis, gemuruh di kejauhan selalu mereda.
Satu jiwa kecil.
Satu harapan besar.
Aeryn.
---
To be continued...