Cherreads

Chapter 35 - Bab 37 (Alkein-Ruhosi)

Bab 37 – Pelajaran dari Hati Lembah

Hari-hari berikutnya di Lumina'val bagi Ruhosi adalah sebuah petualangan baru yang sama sekali berbeda dari hutan belantara atau dataran tandus yang biasa ia jelajahi. Di bawah bimbingan Lyris yang sabar dan ditemani Elara yang selalu antusias, Ruhosi mulai mencoba memahami warisan Luthien dan potensi yang tersembunyi di dalam dirinya serta kalung kuno peninggalan ibunya.

Lyris pertama-tama mengajak Ruhosi kembali ke taman tersembunyi di balik perpustakaan, tempat air terjun mini itu mengalirkan melodi yang menenangkan. "Luthien percaya bahwa alam adalah guru terbaik, Ruhosi," kata Lyris, suaranya selembut desiran angin. "Keseimbangan yang kau cari dalam dirimu, juga tercermin dalam setiap helai daun, setiap tetes embun, setiap aliran air."

Ia mulai mengajarkan Ruhosi teknik meditasi Sylvarian dasar—cara mengatur napas agar selaras dengan ritme alam, cara memfokuskan pikiran untuk merasakan energi kehidupan di sekelilingnya. Tentu saja, bagi Ruhosi, ini adalah tantangan tersendiri.

"Jadi… aku cuma duduk diam, terus bayangin jadi pohon gitu, Tante Lyris?" tanya Ruhosi saat sesi pertama, matanya sudah setengah terpejam karena bosan, bukan karena fokus. "Nanti kalau aku jadi pohon beneran terus ada ulat yang mau gigit gimana?"

Elara yang duduk di dekatnya terkikik. Lyris hanya tersenyum. "Bukan menjadi pohon, Ruhosi. Tapi merasakan bagaimana pohon itu hidup, bagaimana ia menarik energi dari tanah dan matahari, bagaimana ia memberi tanpa meminta. Cobalah rasakan aliran energi di dalam kalungmu, lalu bandingkan dengan aliran energi di air terjun itu."

Perlahan, dengan banyak percobaan (dan beberapa kali hampir tertidur atau malah iseng mencoba menumpuk batu dengan mata tertutup), Ruhosi mulai menangkap maksudnya. Dengan bantuan Penala Jiwa dan kehangatan yang memancar dari kalungnya saat ia fokus, ia mulai bisa merasakan denyutan halus energi di sekelilingnya. Ia bahkan pernah, tanpa sengaja, membuat bunga-bunga malam di dekatnya sedikit membuka kelopaknya di siang hari bolong saat ia terlalu bersemangat merasakan aliran energinya, membuat Lyris dan Elara terkejut sekaligus geli.

"Wah! Lihat! Bunganya malu-malu mau bangun!" seru Ruhosi saat itu, lupa kalau ia sedang "meditasi".

Selain meditasi, Lyris juga mengajak mereka kembali ke Perpustakaan Agung, kali ini untuk mencari referensi lebih lanjut tentang Simbol Persatuan Kuno atau catatan-catatan lain yang mungkin ditinggalkan Luthien terkait praktik keseimbangan energi.

Saat Ruhosi dan Elara sibuk (atau pura-pura sibuk bagi Ruhosi) membolak-balik gulungan perkamen yang berdebu, Lensa Kabut di saku Ruhosi kadang bergetar. Benang pink keperakan yang menghubungkannya dengan Elara tampak semakin jelas saat mereka berdua berdiskusi atau tertawa bersama memecahkan teka-teki aksara kuno. Sepertinya, kedekatan mereka juga merupakan bagian dari "keseimbangan" yang sedang ia pelajari.

Elara sendiri tidak tinggal diam. Terinspirasi oleh semangat Ruhosi dan penemuan tentang Luthien, ia semakin tekun melatih kemampuan cahaya murninya. Ia mencoba memadukan apa yang ia pelajari dari para penyembuh Elf dengan intuisi pribadinya. Suatu kali, saat Ruhosi tidak sengaja menggores tangannya karena terlalu bersemangat mencoba memanjat pohon seperti Luthien dalam visinya, Elara dengan lembut menyentuh luka itu. Cahaya hangat mengalir dari telapak tangannya, dan yang mengejutkan, Ruhosi merasakan energi Aura Senjanya yang biasanya liar, sedikit mereda dan beresonansi dengan cahaya Elara, membuat lukanya sembuh lebih cepat dari biasanya, hanya menyisakan pendaran hijau samar yang cepat menghilang.

"Lho… kok beda ya rasanya?" kata Ruhosi takjub, melihat lukanya yang sembuh. "Biasanya kalau aku 'sembuhin' sendiri, rasanya agak… gatal-gatal campur aduk."

Lyris yang mengamati kejadian itu tersenyum penuh arti. "Cahaya Elara murni dan menenangkan, Ruhosi. Mungkin ia bisa membantumu menemukan harmoni dalam dirimu, sama seperti Luthien yang mencari harmoni antara cahaya dan bayangan."

Penemuan terbesar mereka di perpustakaan bukanlah sebuah mantra atau teknik sakti, melainkan sebuah catatan kecil Luthien di pinggiran peta Alkein kuno yang ia gambar sendiri. Di dekat wilayah yang secara kasar menandakan Hutan Valdoria (tempat Ruhosi menemukan batu giok daun dan Pohon Penjaga), Luthien menulis:

"Akar dunia bernyanyi tentang kesatuan. Bahkan yang paling gelap pun mendambakan secercah cahaya, dan cahaya termurni pun menyimpan bayangan sebagai penyeimbang. Jangan takuti keduanya, tapi peluklah. Di sanalah letak kekuatan sejati—bukan dalam penolakan, tapi dalam penerimaan dan tarian abadi di antaranya."

Kata-kata itu meresap dalam benak Ruhosi. "Menari… kayak waktu aku diuji Pengukir Angin dulu ya?" gumamnya. Ia mulai mengerti. Ini bukan tentang memilih satu sisi, tapi tentang bagaimana membuat kedua sisi dalam dirinya—kegelapan dari warisan yang tak ia ketahui dan cahaya serta kehidupan yang kini mulai ia sadari—bisa "menari" bersama, bukan saling hantam.

Dengan pemahaman baru ini, Ruhosi kembali mencoba bermeditasi dengan kalungnya. Kali ini, ia tidak mencoba menjadi pohon atau mengendalikan energinya secara paksa. Ia hanya… membiarkannya mengalir. Ia membayangkan Aura Senjanya sebagai dua penari, satu berjubah gelap kelam, satu lagi bersinar putih keperakan kehijauan. Awalnya mereka bergerak kaku, saling menjauh. Tapi perlahan, dengan irama dari kalungnya, mereka mulai bergerak lebih harmonis, berputar, saling melengkapi, menciptakan tarian energi yang indah di dalam dirinya.

Ia tidak tahu berapa lama ia bermeditasi. Saat ia membuka mata, hari sudah beranjak sore. Elara dan Lyris menatapnya dengan senyum. Ruhosi merasa… segar. Tenang. Dan untuk pertama kalinya, ia merasa Aura Senjanya bukan lagi beban atau kutukan, tapi sebuah… keunikan yang istimewa.

"Gimana, Ruhosi?" tanya Elara pelan.

Ruhosi nyengir lebar, senyum yang kali ini terasa lebih dewasa, lebih damai. "Lumayan! Kayaknya… aku mulai ngerti cara ngajak 'mereka' di dalam sini buat nggak berantem terus."

Lyris mengangguk bangga. "Itu adalah awal yang sangat baik, Ruhosi. Sangat baik."

Namun, kedamaian itu sedikit terusik ketika Penala Jiwa di leher Ruhosi tiba-tiba bergetar sedikit lebih kencang dari biasanya, memancarkan cahaya yang sedikit meredup. Bersamaan dengan itu, Lensa Kabut di sakunya juga ikut bergetar, dan garis merah tipis yang menandakan ancaman dari jauh—Vorgash—meskipun masih sangat kabur, tampak sedikit… berdenyut.

Ruhosi merasakan firasat aneh. Seolah ketenangan yang baru ia temukan ini adalah persiapan untuk sesuatu yang lebih besar.

More Chapters