Bab 40 – Gema Memanggil dan Langkah yang Lebih Mantap
Bisikan melodi samar yang didengar Ruhosi di akhir sesi latihannya dengan Penjaga Rael terus terngiang di benaknya. Itu bukan suara biasa; rasanya seperti panggilan kuno yang bergetar jauh di dalam jiwa Sylvarian yang baru mulai ia sadari keberadaannya.
"Aku benar-benar mendengarnya, Elara! Seperti… ada yang menyanyi tapi nggak pakai kata-kata," jelas Ruhosi antusias saat mereka berjalan kembali dari area latihan, meninggalkan Rael yang hanya memberi anggukan singkat (yang bagi Ruhosi sudah terasa seperti pujian). "Arahnya dari sana!" Ia menunjuk ke jantung hutan Lumina'val yang paling lebat dan belum pernah mereka jelajahi.
Elara menatapnya dengan mata berbinar. "Mungkin itu benar-benar panggilan dari Ruang Gema Sylvarian, Ruhosi! Seperti yang dikatakan tablet batu giok itu, kalungmu dan darah Luthien dalam dirimu mungkin membuatmu bisa merasakannya."
Mereka segera melaporkan hal ini kepada Lyris dan Tetua Elarael. Setelah mendengar penuturan Ruhosi, Tetua Elarael tersenyum penuh arti.
"Kepekaanmu terhadap energi kuno lembah ini mulai terbangun, Ruhosi," ujar Tetua Elarael. "Bisa dikatakan, kau telah mencapai 'Tahap Awal Keselarasan Sylvarian'. Ini adalah pertanda baik. Melodi yang kau dengar itu kemungkinan besar adalah resonansi dari Ruang Gema. Ia tidak bisa ditemukan hanya dengan peta atau petunjuk biasa, tapi harus 'dirasakan' oleh jiwa yang selaras."
Dengan penemuan ini, fokus Ruhosi dan Elara kini sedikit bergeser. Selain melanjutkan latihan dan mempelajari catatan Luthien, mereka juga mulai mencoba "melacak" sumber melodi misterius itu.
Latihan fisik Ruhosi dengan Penjaga Rael pun mendapatkan dimensi baru. Rael, meskipun masih sering dibuat pusing oleh tingkah Ruhosi yang kadang sulit ditebak, mulai melihat potensi besar dalam diri anak itu. Ia tidak lagi hanya mengajarkan gerakan dasar, tapi juga teknik yang lebih halus.
"Fokusmu bukan hanya pada kecepatan atau kekuatan, Ruhosi," kata Rael suatu hari, saat mereka berlatih di atas jalinan akar pohon raksasa. "Tapi pada aliran energi hutan. Bayangkan dirimu adalah angin yang menyelinap, atau bayangan yang tak terdeteksi."
Ruhosi, yang awalnya masih sering terjatuh atau malah membuat dahan patah, perlahan mulai menguasai 'Langkah Hutan Sunyi – Tingkat Pemula'. Gerakannya masih jauh dari keanggunan Rael, tapi ia sudah bisa melintasi area yang cukup sulit dengan suara yang jauh lebih sedikit, bahkan kadang berhasil mengejutkan Elara dengan muncul tiba-tiba dari balik pohon.
Sementara itu, dalam sesi meditasi dengan Lyris dan Elara, Ruhosi terus berusaha memahami "tarian energi" dalam dirinya. Ia belajar untuk tidak melawan gejolak Aura Senjanya, melainkan mengarahkannya. Lyris menyebut kemajuan ini sebagai pencapaian 'Harmoni Senja – Getaran Pertama', di mana Ruhosi mulai bisa merasakan kapan energi gelapnya akan bergejolak dan kapan energi cahayanya bisa menenangkan, menciptakan keseimbangan sesaat yang terasa sangat kuat. Ia bahkan mulai bisa menyalurkan 'Energi Kehidupan Luthien – Sentuhan Dasar' dengan lebih sadar, berhasil membuat beberapa tanaman layu di taman kembali segar dengan sentuhan tangannya, meski energinya masih cepat terkuras.
Elara pun tidak ketinggalan. Terinspirasi oleh semangat Ruhosi dan pengetahuannya tentang Luthien, ia semakin mendalami kekuatan Cahaya Murni miliknya. Dengan bimbingan Lyris, ia mencapai 'Pemahaman Cahaya Penyembuhan – Aliran Murni', di mana ia tidak hanya menyembuhkan luka fisik, tapi juga bisa menenangkan pikiran yang gelisah atau membersihkan energi negatif dari suatu tempat dengan cahaya lembut dari liontinnya. Kadang, saat Ruhosi berlatih mengendalikan Aura Senjanya yang bergejolak, kehadiran dan cahaya tenang Elara membantunya menemukan titik fokus lebih cepat. Benang pink keperakan di Lensa Kabut Ruhosi seolah ikut bersinar lebih terang dalam momen-momen sinergi mereka.
Pencarian Ruang Gema Sylvarian sendiri menjadi tantangan tersendiri. Melodi yang didengar Ruhosi kadang jelas, kadang menghilang, seolah bermain petak umpet. Mereka menjelajahi bagian-bagian Lumina'val yang jarang dikunjungi, melewati air terjun tersembunyi, gua-gua kristal yang temaram, dan hutan-hutan lumut yang seolah menyimpan keabadian.
Suatu sore, saat mereka bertiga – Ruhosi, Elara, dan Lyris – sedang mengikuti getaran melodi yang dirasakan Ruhosi, mereka tiba di depan sebuah dinding batu raksasa yang tertutup rapat oleh tanaman merambat berusia ratusan tahun. Tidak ada celah, tidak ada pintu. Namun, melodi itu terasa paling kuat di sini.
Ruhosi mendekati dinding batu itu, Penala Jiwa dan kalungnya bergetar hebat. Ia menyentuh permukaan batu yang dingin.
"Aku rasa… ini tempatnya," bisik Ruhosi, matanya terpejam, mencoba merasakan lebih dalam. "Tapi… bagaimana cara masuknya?"
Tablet batu giok yang mereka temukan di perpustakaan menyebutkan bahwa Ruang Gema hanya bisa diakses oleh mereka yang membawa 'darah dan jiwa yang selaras dengan Harmoni Awal'. Apakah Ruhosi sudah cukup 'selaras'? Atau adakah kunci lain yang mereka lewatkan?
Tantangan baru kini ada di depan mata. Pintu masuk menuju legenda Lumina'val mungkin sudah di depan mereka, namun membukanya adalah misteri berikutnya yang harus mereka pecahkan.