Hujan tipis menyelimuti malam kota Thural. Jalanan basah memantulkan cahaya lentera dan langkah tergesa para pekerja malam. Tapi malam ini lebih sunyi dari biasanya. Terlalu sunyi.
Jainal menyadarinya lebih awal dari kebanyakan orang. Ia keluar dari biara tanpa suara, melintasi lorong sempit di belakang pasar. Ada sesuatu yang tak biasa di udara—tekanan, seperti seseorang menarik napas panjang tepat di belakangnya.
> “Kau sudah terlalu dalam.”
Suara itu datang dari kegelapan. Tenang, dalam, namun menyimpan ancaman seperti mata pisau yang belum dihunus.
Dari bayangan, muncul sosok tinggi dalam mantel berlapis emas dan hitam. Topengnya berbentuk serigala—logam ringan dengan ukiran seperti milik bangsawan. Tapi tangan yang memegang belati panjang, bukan pena.
Serigala Berjubah Emas.
Legenda gelap dari utara. Mereka bukan tentara. Bukan pembunuh jalanan. Mereka adalah pembersih bayangan, dikirim untuk menghapus nama dan jejak—tanpa sisa.
---
Jainal tak bicara. Ia langsung mengaktifkan sistem belati magitek di pergelangan tangan kanan. Mata mereka bertemu hanya sesaat sebelum pertarungan meledak tanpa aba-aba.
Dua bayangan bergerak secepat angin. Pisau mereka beradu, menciptakan percikan sihir sesaat. Serigala itu cepat—terlalu cepat untuk manusia biasa. Tapi Jainal bukan pengguna sihir biasa.
Ia memanggil hembusan angin ke tumitnya, mendorong lompatan mundur, lalu menyerang dengan tusukan dari samping. Belati dan belati saling mencicipi udara, hanya butuh satu kesalahan untuk berubah menjadi luka mematikan.
> “Kau bukan pemula. Tapi kau juga bukan target biasa,” gumam sang Serigala.
Jainal tidak menjawab. Ia fokus pada pola gerak: irama napas, jeda antar serangan, dan gerak tubuh—lalu mengubah arah serangannya menjadi tidak ritmis. Taktik mengacaukan pembunuh terlatih.
Serigala itu sedikit terdesak.
---
Tapi bukan tanpa perlawanan. Ia menarik tabung kecil dari pinggang, melemparkan ke tanah. Ledakan asap sihir menyelimuti mereka, dan suara langkah menghilang dari indra pendengaran.
Jainal melompat ke atap. Tapi sebelum sempat bereaksi lebih jauh, sebuah anak panah nyaris menancap di lehernya—ditembak dari kejauhan dengan presisi luar biasa.
> “Dua orang?” gumamnya sambil mengaktifkan pelindung sihir di jubah.
Serigala lain muncul di atas atap berlawanan—senapan panah magitek di tangan, mata merah menyala. Tapi sebelum mereka sempat menembak ulang, Jainal menggulung Bisikan Angin dari punggungnya dan menembakkan satu anak panah tipe proyektil.
Ledakan kecil meledak di atap, memaksa Serigala kedua mundur. Jainal tak menunggu. Ia meluncur turun ke lorong, tubuhnya menyatu dengan bayangan hujan.
Malam itu, ia tak bisa menang. Tapi ia juga tidak kalah.
---
Keesokan harinya, Thural kembali seperti biasa. Tapi beberapa warga mendengar suara ledakan kecil semalam. Dan dua orang berpakaian aneh terlihat meninggalkan kota di pagi buta.
Jainal berdiri di halaman biara, menatap langit yang mulai cerah. Sang anak bermain dengan burung kayu di pojok taman.
Ia membuka jurnalnya dan mencatat:
Pembunuh bayaran profesional mulai bergerak.
Identitas 'SerigalaBerjubahEmas' dikonfirmasi nyata.
Misi utama mereka: menghapus saksi dan bukti, bukan menciptakan kerusuhan.
> “Aku sudah menyentuh urat saraf mereka,” gumam Jainal. “Dan itu berarti... aku sudah di jalur yang benar.”