Cherreads

Time Machine Light

DaoistnoaMUi
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
558
Views
Synopsis
Di sebuah desa terpencil, Nilo secara tak sengaja menemukan mesin usang berumur lebih dari 350 tahun. Mesin itu ternyata bukan sekadar besi tua, tapi sebuah mesin waktu—ciptaan misterius dari abad ke-17 yang telah menimbulkan konflik besar pada masa itu. Saat Nilo menyalakan mesin tersebut, ia terseret ke tahun 1674—hari kelahiran teknologi itu—dan menyaksikan tragedi yang nyaris mengubah sejarah umat manusia. Di tengah kerumunan masa lalu, ia bertemu dengan seorang gadismisterius yang tak seharusnya bisa disentuh... tapi bisa. Siapa gadis itu? Mengapa hanya dia yang bisa bersentuhan dengan Nilo? Apakah ini hanya perjalanan waktu, atau ada takdir yang lebih dalam? Nilo pun memulai petualangan menjelajahi waktu demi menemukan kebenaran, sebelum mesin itu dihancurkan... atau digunakan untuk tujuan yang lebih gelap.
VIEW MORE

Chapter 1 - CAHAYA MESIN WAKTU

Bab 1: Peninggalan Leluhur

Di suatu sore yang sunyi, seminggu setelah kepergian seorang nenek berusia lebih dari dua abad—231 tahun tepatnya—seorang pemuda bernama Nilo akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Tujuannya sederhana namun berat: merapikan peninggalan dari neneknya, Annaka Nakamoto, sosok misterius yang selama hidupnya menyimpan banyak rahasia.

Langkah Nilo terhenti di depan sebuah rumah tua yang catnya telah mengelupas, dengan pintu kayu setengah keropos dimakan usia. Ia menatap sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu yang berderit pelan. Aroma kayu lapuk dan debu memenuhi udara. Ia menarik napas panjang dan bergumam dalam hati:

"Beginikah keadaan nenek selama ini? Aku tak pernah menjenguk, bahkan tak sempat sekadar bertanya kabar. Bodohnya aku, terlalu sibuk mengejar ilmu dan kehidupan di kota, padahal keluarga... keluarga adalah segalanya."

Matanya menyapu seluruh ruangan kecil itu—ada rak buku tua, kursi goyang yang diam tak bergerak, dan kain putih menutupi

sebagian besar furnitur. Penyesalan mulai menggerogoti batinnya, tapi ia tahu tak ada gunanya menyesali masa lalu. Neneknya telah tiada, dan saat ini ia hanya bisa berbuat yang terbaik untuk menghormati peninggalannya.

Saat ia berjalan menyusuri lorong sempit, matanya menangkap sesuatu yang ganjil—sebuah lampu pijar tua tergantung di langit-langit. Anehnya, tidak ada kabel yang mengalir ke bola lampu itu. Rasa penasaran mendorongnya mendekat. Lampu itu tampak rapuh, bahkan sedikit retak.

"Sepertinya sudah rusak," gumamnya, sambil menyentuhnya pelan.

Namun seketika itu juga, cahaya biru menyala terang dari dalam bola lampu, memancar begitu kuat hingga membuat Nilo menutup matanya.

Dan saat ia membukanya kembali, semuanya... telah berubah.Bab 2: Cahaya yang Membelah Waktu

Ruangan di sekeliling Nilo kini tampak berbeda. Dinding-dinding yang tadi lapuk dan dipenuhi debu kini bersih mengilap. Perabotan antik yang sebelumnya tertutup kain putih kini tampak baru dan terawat. Bahkan udara di sekitarnya terasa lebih segar dan hangat.

Nilo mengedarkan pandangannya. Suara dentang jam tua terdengar dari kejauhan, dan samar-samar ia mendengar langkah kaki serta suara perempuan tertawa kecil dari arah dapur.

Apa aku... bermimpi?" bisiknya.

Namun sebelum ia sempat mengambil kesimpulan, sosok seorang wanita muda muncul dari balik pintu. Ia mengenakan pakaian kuno, rambut panjangnya dikepang dua, dan wajahnya—wajah itu membuat Nilo terpaku. Sangat mirip dengan foto neneknya yang masih muda, hanya saja ada sesuatu yang berbeda di matanya... seolah menyimpan rahasia besar.

"Apa kamu... Nilo?" tanyanya.

Nilo hampir kehilangan kata-kata. "Iya... tapi... bagaimana kamu tahu namaku?"Wanita itu tersenyum lembut. "Karena aku sudah menunggumu... selama seratus tahun."

Bab 3: Rahasia Mesin Waktu

Nilo duduk terpaku di ruang tamu yang kini terlihat seperti rumah dari masa lalu. Ia masih belum percaya bahwa dirinya mungkin saja telah berpindah waktu. Sang wanita yang mengaku mengenalnya memperkenalkan diri sebagai Annaka, gadis yang ternyata adalah neneknya—di masa muda. Annaka menjelaskan bahwa bola lampu biru yang menyala tadi bukanlah sekadar lampu, melainkan pemicu mesin waktu. Mesin itu adalah warisan turun-temurun dari keluarga Nakamoto, diciptakan oleh leluhur mereka yang merupakan ilmuwan eksentrik di masa lalu.

"Setiap keturunan Nakamoto punya peran dalam menjaga keseimbangan waktu," jelas Annaka. "Dan sekarang, giliranmu Nilo."!

Suara itu tak lagi datang dari mulut sang nenek, melainkan langsung mengalir ke dalam kesadaran Nilo, membawa perasaan yang tak bisa dijelaskan. Cahaya biru dari bola lampu aneh itu menyala kembali, jauh lebih terang dan berdenyut seperti detak jantung.

Dalam sekejap, tubuh Nilo terangkat ringan, terserap ke dalam cahaya, dan... dunia di sekitarnya lenyap.

Ketika matanya kembali dapat melihat, Nilo mendapati dirinya berada di tengah sebuah aula besar berarsitektur logam dan kaca, penuh orang-orang berpakaian rapi dan modern. Semuanya tertuju pada satu titik: sebuah panggung megah di mana seorang pria tua sedang berdiri dengan penuh wibawa. Di belakangnya berdiri sebuah alat besar berbentuk silinder dengan inti bercahaya—mesin waktu.

"Nama saya Thosoki Nakamoto..." suara pria itu menggema tegas ke seluruh ruangan. "Dan inilah mahakarya hidup saya. Hari ini, kita akan menyaksikan sejarah berubah di depan mata!"

Nilo terpaku. Meski tak bisa menyentuh siapa pun di sekitarnya, ia bisa merasakan emosi mereka. Antusiasme. Ketegangan. Kekaguman.

Namun, matanya justru tertuju pada satu sosok: pria tua pencipta mesin itu. Nilo tak tahu kenapa, tapi ada sesuatu dari wajah Thosoki yang menancap kuat di benaknya. Matanya tak mau lepas. Ada perasaan asing... seolah mereka pernah bertemu di waktu yang lain—atau akan bertemu di masa depan.

Tiba-tiba...

DOORRR!

Suara tembakan mengguncang seluruh ruangan. Sekelompok orang bersenjata menerobos masuk dari sisi kanan aula, dan kelompok lainnya dari sisi kiri. Keduanya saling baku tembak untuk merebutkan mesin waktu di antara kepanikan. Orang-orang berlarian. Teriakan menggema. Mesin waktu di atas panggung dijaga ketat oleh pihak keamanan, tapi semuanya jadi kacau balau.

Nilo, masih terperangkap dalam dimensi yang tak terlihat oleh orang lain, ikut panik. Ia berlari ke samping untuk menghindari serpihan kursi dan cahaya senjata api yang berseliweran.

Dan saat itulah sesuatu menabraknya dari samping.

Seorang gadis!

Mereka saling bertubrukan, dan tubuh Nilo jatuh ringan, namun tatapan mereka terkunci. Gadis itu berwajah lembut, mengenakan pakaian kuno yang kontras dengan sekeliling. Mata mereka bertemu, dan dunia seolah berhenti. Ada kilatan aneh—entah rasa kenal, atau firasat kuat—yang menyelimuti mereka berdua. Tapi sebelum Nilo bisa berkata sepatah kata pun...

WUSSZZZHHH!

Cahaya biru menyerap tubuhnya kembali. Nilo terbangun, terduduk kembali di ruangan tua milik neneknya. Nafasnya memburu, peluh membasahi dahinya.

Di depannya, sang nenek tersenyum samar, namun ada ketegasan dalam sorot matanya.

"Jangan terlalu sering menyalakan sistem itu...," ucapnya lembut. "Ada hal-hal yang lebih baik tidak disentuh terlalu dini."

Bayangan si nenek pun perlahan memudar, seperti kabut tersapu angin.

Namun dalam hati Nilo, satu tekad telah tumbuh kuat. Siapa gadis itu?

Apa yang sebenarnya terjadi dengan Tjosoki Nakamoto dan mesin itu?

Nilo memandang kembali ke arah bola lampu yang kini redup, tapi tetap menyimpan sinar kecil di dalamnya—seolah menunggu dipanggil kembali.

Dan tanpa pikir panjang, Nilo menyentuhnya lagi. Cahaya menyala.

Bersambung...