Untukmu, yang pernah menjadi segalanya...
Saat pertama kali aku mengenalmu, aku tak pernah menyangka bahwa perasaan ini akan tumbuh begitu dalam. Hatiku bergetar setiap kali kamu hadir. Entah mengapa, tatapan matamu bisa membuatku gugup dan kehilangan kata-kata. Diam-diam aku mencintaimu… dan itu adalah hal terindah yang pernah kurasakan.
Mungkin kamu tak pernah tahu betapa seringnya aku memperhatikanmu dari kejauhan. Mendoakanmu dalam senyap, berharap kamu selalu bahagia—meskipun bukan denganku. Aku tahu, mencintai tanpa memiliki adalah luka yang tak terlihat, tapi aku tetap menjalaninya karena kamu pantas dicintai dengan tulus.
Aku masih ingat tawa dan keluh kesahmu. Suaramu kadang terngiang saat malam mulai sepi. Aku rindu, tapi aku terlalu takut untuk kembali. Terlalu malu untuk mengulang cerita yang sudah kamu akhiri. Dan aku tahu, kamu sudah bahagia… bersama yang lain. Itu takdir yang harus kuterima.
Aku sempat merasa iri. Teman-temanku satu per satu menemukan orang yang mencintai mereka dengan tulus, sementara aku hanya bisa mencintai dalam diam. Tapi aku tak pernah membencimu. Justru aku bersyukur pernah mengenalmu, walau tak bisa bersamamu.
Sekarang, aku belajar untuk melepaskan. Mungkin kamu bukan untukku, dan aku bukan orang yang bisa membuatmu bahagia. Tapi percayalah, aku pernah mencintaimu dengan sepenuh hati, tanpa pernah mengharapkan balasan apa pun.
Semoga kamu bahagia, hari ini dan seterusnya. Dan jika suatu saat kamu membaca ini, ingatlah… ada seseorang yang pernah mencintaimu dalam diam, dan pernah menjadikanmu alasannya untuk kuat bertahan.
Selamat tinggal… untukmu, cinta yang pernah singgah dalam hidupku.
Dari seseorang yang masih belajar ikhlas.