Sinar pagi menembus sela-sela gedung runtuh yang menaungi tubuh Kael. Burung-burung aneh yang dulunya tidak ada di dunia ini berkicau serak, menciptakan atmosfer aneh antara damai dan mengancam.
Kael membuka matanya perlahan. Kepala terasa berat, tubuh masih pegal. Ia bangun seperti mayat hidup yang kelaparan, sejak dunia berubah kehidupan nya yang santai hilang seketika.
Ia duduk perlahan, menggosok mata nya yang kantuk, lalu menghela napas.
"…Masih hidup."
[Selamat pagi, Pemegang Potensi.]
[Status: Kelelahan ringan. Pemulihan 37%.]
[Sisa waktu rehat: 0 menit.]
"Apa? Kelelahan ringan? Yang benar saja" gumam Kael sarkastik sambil mengusap wajahnya.
[Quest Berikutnya akan diumumkan dalam 2 jam.]
"Bangun tidur langsung di sambut quest, mantap, sekarang tinggal dua jam lagi…" Kael berdiri, meregangkan badan. "Lumayan buat sarapan… kalau ada makanan."
[Inventory terbuka]
"Inventory? Maksud nya penyimpanan?"
[Iya, inventory memungkinkan anda untuk menyimpan barang dengan aman, inventory akan meluas seiring dengan level]
"Hmm...Tidak salah nya untuk mengecek"
kael mulai membuka inventory dan alangkah terkejutnya ternyata inventory nya di penuhi dengan roti.
"Apa-apaan ini!!? Roti tidak terbatas hah?"
[Ini adalah persediaan yang ditujukan untuk bertahan selama 7 hari penuh]
"Percuma saja aku ke toko terbengkalai kalau begini...", menghela nafas dengan kesal
Ia mulai mengambil roti tersebut walaupun ada sedikit rasa kesal. Ia mengunyah perlahan, menatap horizon kota pelabuhan yang kini mulai diselimuti kabut ungu dari Hostle yang belum tertutup sepenuhnya.
[Skill Bloodlust — kondisi tidak aktif.]
[Skill Chameleon Instinct — pasif, merekam gerakan lawan secara otomatis.]
Kael memandangi tangannya sendiri. Luka bekas pertarungan semalam mulai mengering, tapi rasa nyeri masih tersisa.
"Kalau ini kelas F…" Ia menggertakkan gigi. "Gimana kalau kelas di atasnya?"
Suara gemuruh kecil terdengar dari arah utara. Asap tipis terlihat membumbung.
Kael berdiri, waspada. Tapi sebelum ia melangkah—
[Sistem Memanggil.]
[Simulasi latihan tingkat Lanjut – Opsi Latihan Dini Hari.]
[Masuk?]
[Ya / Tidak]
Kael menatap notifikasi itu beberapa detik. Lalu mendecak pelan.
"…Astaga. Bisa gak, pagi ini tanpa pop-up?"
[Jawaban tidak valid. Harap pilih.]
[Ya / Tidak]
Ia mengangkat tangan, lalu menekan "Baiklah kalau itu mau mu, aku pilih. Ya!!".
WUUUSH!
Lingkungan di sekitarnya seketika berubah. Kota lenyap, diganti oleh ruangan latihan berbentuk kubus logam. Di hadapannya berdiri sosok tiruan: tubuh manusia setinggi dua meter dengan kulit kelam dan tangan seperti pedang.
[Musuh Simulasi: Tipe Shadow Brute – Pola Gerakan: Brutal & sulit ditebak]
Kael menelan ludah. "Ayo, tubuh… jangan membuat ku kecewa sekarang."
Simulasi dimulai.
"Mulai dalam 3... 2... 1..."
Suara sistem menggema dingin, dan sosok Shadow Brute langsung menerjang.
Makhluk itu lebih cepat dari yang Kael perkirakan. Suara deru langkahnya seperti palu yang menghantam tanah. Dalam sekejap, kepalan tangan berlapis logam bayangan menghantam ke arahnya—Kael berguling ke samping, nyaris terkena.
WHAM!
Lantai tempat ia berdiri retak.
Kael mengumpat pelan. "Gila... ini baru simulasi, kan?!"
[Simulasi didesain menyerupai situasi nyata. Rasa sakit 70% setara realita.]
[Chameleon Instinct mulai aktif.]
[Menganalisis gaya serangan lawan…]
Makhluk itu tidak berhenti. Satu, dua, tiga pukulan diluncurkan seperti badai. Kael hanya bisa menghindar, belum mampu membalas. Pundaknya sempat terserempet—perih luar biasa menjalar.
"ARGH! Oke... ini beneran ngeselin."
Sambil menahan napas, Kael memperhatikan. Gerakan makhluk itu punya ritme—tidak sepenuhnya liar. Ada jeda sepersekian detik setiap kali berpindah badan sebelum memukul.
[Data gerakan: 32% teridentifikasi.]
[Kemampuan adaptasi meningkat. Sinkronisasi gerakan dimulai…]
Kael melangkah mundur, lalu menunggu.
Shadow Brute menyerang lagi—kali ini dengan ayunan memutar dari kanan. Tapi Kael sudah siap. Ia menunduk dan menangkis dengan siku, mengikuti pola gerakan yang baru saja ia rekam di kepalanya.
Tangannya terasa mati rasa, tapi… ia berhasil menahan serangan itu.
"Got you."
Langkah kakinya berpola. Kael meniru pergerakan lawan—liar tapi bertenaga. Ia melompat ke samping, lalu mengelak rendah, dan…
BRAGH!
Pukulan balasannya menghantam perut makhluk itu. Tak begitu kuat, tapi cukup untuk membuatnya mundur satu langkah.
[Chameleon Instinct Lv.1 — Kemampuan meniru gerak dasar lawan aktif.]
[Persentase adaptasi saat ini: 58%]
Kael mencibir. "Baru 58%? Ternyata lama juga ya."
Kael melawan makhluk itu sampai napas nya terengah-engah. Tapi pada akhirnya, ia menutupnya dengan satu gerakan akrobatik yang tak pernah ia latih—melompat, mengunci leher lawan, dan membantingnya ke tanah.
KRASSH!
Makhluk itu lenyap menjadi cahaya.
[Simulasi Berakhir.]
[Poin Pelatihan: +135]
[Skill Chameleon Instinct naik ke Lv.2 — Sekarang mampu meniru hingga dua teknik bertarung dasar secara bersamaan.]
Kael terjatuh ke lantai, terengah-engah. Keringat mengalir di pelipis, dada naik-turun.
"Kalau ini… pagi yang normal… aku lebih milih disuruh nyapu alun-alun kota."
[Catatan: Opsi tersebut tidak tersedia.]
Kael memejamkan mata dan tertawa getir. "Tentu saja tidak…"
Begitu tubuh Kael masih setengah terbaring, napas belum kembali stabil dan detak jantung masih seperti genderang perang, suara sistem kembali menyela:
[Simulasi Berakhir.]
[Menyiapkan transmisi keluar…]
"Eh, bentar… Gue belum—"
ZRAKK!!
Cahaya putih menyilaukan membungkus tubuhnya. Lantai di bawahnya menghilang seperti kabut. Dan seperti lemparan paksa dari pintu belakang, Kael merasa tubuhnya diseret keluar dari ruang simulasi.
BRAK!!
Ia mendarat keras di lantai atap sebuah gedung yang setengah runtuh, di dunia nyata. Debu beterbangan, dan tubuhnya terpental setengah meter.
Kael terdiam. Lalu meringis sambil memegangi pinggang.
"Astaga… Sistem… lu bener-bener…"
[Selamat datang kembali di dunia nyata, Pemegang Potensi.]
[Quest saat ini masih aktif.]
[Sisa waktu: 41 jam 09 menit.]
Ia berbalik tengkurap, menatap langit. Matahari pagi menyilaukan, tapi tidak bisa menutupi ekspresi frustasi di wajahnya.
"Kalau sistem ini punya wajah, sudah lama ku pukul…"
[Catatan: Sistem tidak memiliki wujud fisik. Kekerasan tidak dianjurkan.]
Kael mendengus dan akhirnya duduk perlahan, lalu menarik nafas panjang.
"Baiklah… cari Hostle. Bunuh tiga. Kalau gagal, mati."
Ia berdiri, tubuhnya masih nyeri tapi stabil. Dalam jarak pandang, ada bayangan samar di lorong bawah kota—makhluk yang menyeret rantai dan mengeluarkan dengusan tak manusiawi.
[Spesies Terdeteksi: Rattleshade — Kelas F — Status: Aktif Berburu.]
Kael tersenyum miring. "Nah, itu kayaknya satu."
Tangannya mengepal perlahan, dan sistem menyalakan notifikasi:
[Bloodlust – Pasif: Siaga, akan aktif saat HP < 20%.]
[Chameleon Instinct – Siap merekam teknik lawan.]
"Baiklah," gumamnya sambil turun dari atap. "Satu makhluk. Dua lagi setelah itu. Mudah-mudahan nggak sesulit yang kemarin."
Kael melangkah ke lorong gelap itu. Suara rantai yang diseret dan dengusan berat makhluk mengisi udara yang lembap. Begitu matanya menangkap sosok Rattleshade, makhluk itu sudah menoleh—mata merah menyala, gigi tajam bergemeretak. Tubuhnya kurus, namun panjang dan cekatan, dengan kuku melengkung seperti sabit.
Kael bersiap. Ia menurunkan postur tubuhnya, menunggu waktu yang tepat.
"Baiklah… satu pukulan ke arah ku, lalu kita mulai main salin-menyalin."
Makhluk itu menggeram rendah—lalu melesat.
SHAAKK!
Cakar hitam menggores dada Kael, dan tubuhnya terpental ke dinding. Darah muncrat dari pundaknya. Ia menahan erangan.
[HP: 76%]
[Chameleon Instinct mulai menganalisis…]
Kael berdiri lagi, menggertakkan gigi. "Ok, sekarang gua bakalan serius."
Makhluk itu menyerang bertubi-tubi, cepat dan liar. Cakar mencabik, ekor menyerang dari samping. Kael terus bertahan, menghindar sebisa mungkin, membiarkan tubuhnya mempelajari pola gerakan.
[HP: 39%]
Ia mulai tersenyum tipis. "Sedikit lagi… ayo aktif, Bloodlust…"
[Bloodlust – Tidak Aktif. Syarat: HP < 20%]
Kael membelalak. "Eh, serius? Sekarang masih belum cukup?!"
Makhluk itu menghantamnya lagi—Kael membentur tembok, dan darah mengalir dari bibirnya.
[HP: 23%]
"AYO… aktif sekarang!"
[Masih belum aktif. Batas: 20% atau kurang.]
Kael menahan geram. "Tiga persen?! Aku benci syarat ini"
Makhluk itu mengangkat cakar untuk serangan akhir. Kael merunduk, menendang lutut makhluk itu, lalu berguling ke samping.
[Chameleon Instinct: Gerakan lawan 71% tersalin.]
[Teknik Cakar Berputar: Dapat digunakan.]
Kael bangkit, matanya menyala dingin.
"Baiklah. Kalau Bloodlust belum mau keluar, kita selesaikan ini dengan gaya…"
Ia menyerbu. Menggunakan teknik yang baru saja ia pelajari, ia melompat memutar ke arah samping, meniru gerakan Rattleshade.
SLAAASSHH!!
Cakar taringnya yang ia tiru menghantam leher makhluk itu. Darah hitam menyembur. Makhluk itu melolong sebelum tubuhnya mulai mencair jadi kabut hitam.
[Hostle kelas F dikalahkan.]
[1/3]
Kael terhuyung, duduk sambil terengah.
"Aku benci sistem ini… sungguh."
[Peringatan: Sistem tidak memiliki emosi. Namun catatan keluhan telah ditambahkan.]
Kael menatap langit yang mulai gelap, lalu tertawa getir.
"Bagus. Simpan saja keluhannya. Biar nanti kita kumpulin jadi satu buku dan kubakar."
[Status: Kelelahan sedang. Pemulihan 25%.]
[Sisa waktu rehat: 3 jam 10 menit.]
"Biarkan aku tidur sebentar..."
3 JAM KEMUDIAN
Kael menendang reruntuhan kecil yang menghalangi jalan setapak di lorong kota tua. Masih tersisa dua Hostle yang harus ia kalahkan. Tubuhnya terasa berat, luka di bahunya belum pulih sepenuhnya—dan sistem tampaknya tidak peduli.
[Sisa waktu: 36 jam 12 menit]
[HP: 29%]
Ia meludah ke samping. "Hah... Aku benci sekali dengan dunia sekarang."
Tak lama, suara aneh terdengar. Bukan derit rantai atau langkah ringan seperti sebelumnya. Suaranya berat, seperti logam diseret paksa di atas batu.
Dari balik kabut, muncul sesosok makhluk besar—kulitnya seperti batu yang merekah, menyala merah di sela-selanya. Mata oranye terang, dan di tangannya tergenggam kapak raksasa yang terbakar.
[Hostle Terdeteksi: Blazefiend — Kelas F — Tipe: Berat, Elemen Api.]
"Serius? Api?" Kael mengangkat alis. "Tadi udah babak belur, sekarang disuruh jadi steak?"
Makhluk itu meraung—lalu melemparkan kapaknya. Kael melompat menghindar, tapi ledakan api kecil muncul saat kapak menghantam tanah. Suhu di sekitarnya langsung melonjak tajam.
[Chameleon Instinct – Menganalisis gerakan…]
[Status: Sulit. Variasi teknik terlalu kompleks untuk disalin sepenuhnya.]
"Sial, jadi nggak bisa salin sekarang," gumam Kael sambil mengatupkan rahang. "Satu-satunya jalan…"
Blazefiend melaju, mengayunkan kapaknya berulang kali. Kael terpaksa bertahan, terus berguling dan menghindar sekuat tenaga. Setiap tebasan meninggalkan jejak api dan kerusakan parah di sekitar.
[HP: 18%]
[Bloodlust Aktif.]
Tiba-tiba tubuh Kael menegang. Detik berikutnya, darahnya serasa mendidih, tapi pikirannya jernih dan fokus. Nafasnya stabil meski rasa sakit belum hilang.
[Efek Bloodlust: +50% kekuatan fisik, +30% kecepatan reaksi. Durasi: 5 menit.]
Senyum miring terukir di wajahnya. Matanya bersinar merah samar.
"Akhirnya kita ngobrol juga, Bloodlust."
Dengan kekuatan yang mengalir deras, ia menembus kepulan asap, melesat ke sisi makhluk itu. Cakarnya muncul—bukan secara fisik, tapi terbentuk dari energi sistem. Ia mengincar persendian kaki Blazefiend.
CRACK!
Makhluk itu meraung keras, kehilangan keseimbangan. Kael memutar tubuhnya ke belakang kepala monster itu dan menghantamnya dengan pukulan lurus penuh tenaga.
BOOM!
Tubuh Blazefiend roboh. Api berkobar dari retakan tubuhnya sebelum akhirnya menghilang, berubah menjadi bara dan asap gelap.
[Hostle kelas F dikalahkan.]
[2/3]
Kael jatuh berlutut, terengah.
[Efek Bloodlust tersisa: 2 menit 40 detik.]
[Sistem menyarankan: hindari pertempuran selanjutnya sebelum kondisi stabil.]
Ia menatap lurus ke depan, nafas berat dan bibir berdarah—namun matanya tetap tajam.
"Satu lagi… tinggal satu lagi."
[Peringatan: Terdeteksi Hostle ketiga dalam jarak 200 meter.]
"Aku cuma mau istirahat lima menit. Itu doang... Kayaknya hobi lu nyiksa ya"
[Tujuan sistem adalah menyempurnakan potensi Pemegang. Keluhan dicatat.]
Kael bangkit pelan, mengusap darah di wajahnya.
"Benar-benar. Suatu saat aku akan menghancurkan sistem ini"
Langkah Kael berat. Kakinya menyeret, napasnya memburu tak beraturan. Asap masih menggantung di udara, menyisakan aroma logam dan abu. Darah menetes dari lengannya, mengotori tanah retak yang ia lewati.
[HP: 11%]
[Efek Bloodlust berakhir dalam: 47 detik.]
Suara dentingan logam bergema dari kejauhan. Kael menajamkan telinga, namun pandangannya mulai kabur.
"Aku bahkan belum makan siang…"
Dari balik bangunan tua yang runtuh, muncul sesosok makhluk kecil dan ramping. Tubuhnya berbalut kulit putih pucat seperti tulang, dengan sayap tipis tembus cahaya di punggungnya. Namun yang paling mengganggu—matanya. Hitam sepenuhnya, tanpa cahaya.
[Hostle Terdeteksi: Whisperfly — Kelas F — Tipe: Ilusi, Serangan Psikis.]
Kael menyipitkan mata. "Hostle tipe ilusi… Sial."
Makhluk itu bergerak cepat, mengepakkan sayapnya dan tiba-tiba menghilang dari pandangan. Seketika, dunia di sekitar Kael berubah—bangunan runtuh menghilang, digantikan kabut tebal dan suara tawa aneh di kejauhan.
[Efek: Ilusi mental aktif. Konsentrasi terganggu.]
Kael menggertakkan gigi. "Ini bukan dunia nyata…"
Ia menutup mata sejenak, mencoba fokus. Tapi rasa sakit dan kelelahan membuat pikirannya melayang.
[HP: 9%]
Tiba-tiba, makhluk itu muncul dari sisi kanan—menggoreskan cakar tajam ke pinggangnya. Kael jatuh berlutut, darah membasahi jubah lusuhnya.
[HP: 4%]
[PERINGATAN: Kondisi kritis.]
"Aku… nggak bisa kalah di sini…" bisiknya. "Kalau kalah, aku nggak bisa makan lagi."
[Chameleon Instinct aktif.]
[Menganalisis gaya serangan Hostle…]
Kael mengatur napas. Ia membiarkan makhluk itu menyerang satu kali lagi, dengan sengaja tak menghindar sepenuhnya—cukup untuk mengamati pola serangannya.
[Pemahaman teknik: 42%… 61%… 83%…]
Begitu Whisperfly muncul dari kabut, Kael meluncur ke depan, menggerakkan tubuhnya meniru cara makhluk itu mengayun—mengubah momentum kecil menjadi tusukan balik cepat, menusuk tepat di leher tipis makhluk itu dengan pecahan logam tajam dari sisa reruntuhan.
SSHHK!
Makhluk itu mengeluarkan suara teredam, tubuhnya menghilang dalam kepulan asap hitam.
[Hostle dikalahkan.]
[3/3 – Quest selesai.]
[Hadiah akan diterima setelah sistem evaluasi.]
Kael terjatuh ke tanah, telentang, menatap langit yang mulai memerah.
[HP: 2%]
[Saran sistem: beristirahat atau mencari penyembuhan.]
Kael tertawa kecil, meski sakit terasa di seluruh tubuhnya. "Jangan kasih saran kayak gitu kalau nggak ngasih opsi healing, Sistem…"
[Poin tambahan tersedia. Fitur toko sistem belum dibuka.]
"Yah. Tentu saja…"
Ia memejamkan mata, membiarkan tubuhnya beristirahat sejenak di atas puing dunia yang tak lagi sama.
BEBERAPA JAM KEMUDIAN
Kael mulai melanjutkan perjalanan, langkah Kael terhenti ketika ia mendengar suara dentingan logam—cepat, keras, dan teratur. Di kejauhan, di salah satu jalan utama kota yang telah hancur, ada cahaya berkilauan di antara bayangan puing.
Kael merunduk dan mendekat perlahan, tubuhnya masih belum pulih sempurna. Ia menyembunyikan dirinya di balik bangkai mobil tua yang terbalik, mengintip ke arah suara.
Sosok itu berdiri tegak di tengah jalan. Rambutnya diikat rapi ke belakang, mengenakan pakaian kuno yang sudah usang—hitam dengan aksen merah darah, dan selendang panjang yang berkibar mengikuti setiap gerakannya. Di tangannya tergenggam sebilah katana pendek dan satu belati berbentuk aneh. Gerakannya… cepat, presisi, dan penuh tekanan mematikan.
Di hadapannya, lima makhluk Hostle jenis baru—berbentuk seperti serangga berlapis baja, dengan dua rahang mencuat dari rahangnya yang berbisa—mengitari dengan suara berderik memekakkan telinga.
Kael menahan napas.
Tiba-tiba, sosok itu bergerak.
Secepat kilat, ia menghilang dari pandangan sesaat, lalu muncul di belakang salah satu makhluk. Kilatan logam mengiris udara. Kepala Hostle itu terlempar, diikuti semburan cairan hitam yang menggeliat di tanah.
"Dia sepertinya sudah ahli dalam hal ini…" Kael bergumam.
Hostle lainnya menyerang serempak. Tapi pria itu seperti telah memprediksi semua gerakan mereka. Ia melompat di antara serangan, berputar, dan memotong dengan presisi seperti mesin pembunuh.
Satu demi satu, makhluk-makhluk itu roboh.
Saat yang terakhir berusaha melarikan diri, pria itu hanya berbisik pelan, "Sudah terlambat."
Ia menghunuskan belatinya ke tanah—dan dari bawah, akar hitam menjulur dan melilit makhluk itu, menghancurkannya perlahan dengan suara retakan menjijikkan.
Kael berdiri kaku, tercengang.
Sosok itu menyarungkan senjatanya, lalu tanpa menoleh, berkata, "Kau mau terus bersembunyi, atau hanya nonton sampai aku membersihkan semua ini sendirian?"
Kael terdiam beberapa detik, lalu keluar perlahan. "Kau tahu aku ada di sini sejak kapan?"
Pria itu menoleh sedikit. Wajahnya dingin, tajam, namun tenang. Matanya penuh pengalaman, seolah telah melihat banyak kematian.
"Sejak napasmu bergetar tiga detik lalu," jawabnya pendek.
Kael mendekat, waspada. "Siapa kau?"
Senyuman tipis muncul di wajah pria itu. "Namaku Ryu."
Lalu ia menatap langit sebentar dan berkata dengan nada khas, "Nenekku pernah berkata… jika kau membiarkan musuh melarikan diri sekali saja, mereka akan kembali dengan taring yang lebih tajam."
Kael mengerutkan dahi. "Itu… kutipan yang cukup dramatis."
Ryu mengangkat bahu acuh tak acuh. "Aku tidak bicara dengan orang yang belum membuktikan nilainya. Kau pengguna sistem juga, bukan?"
Kael sempat terkejut. "Kau tahu soal sistem?"
"Tidak banyak yang belum aku ketahui," ucap Ryu dingin.
Kael merasa seperti sedang berbicara dengan cermin masa depannya—seseorang yang juga hidup di jalanan, bertarung demi bertahan hidup, tapi telah melangkah jauh lebih dulu.
"Apa kau... memburu Hostle sendirian?"
"Bukan memburu. Membersihkan. Dunia ini terlanjur busuk. Kalau dibiarkan, manusia tak akan punya tempat tinggal yang tersisa."
Kael menunduk, menggenggam roti sisa di tangannya. "Aku baru bertahan beberapa hari… dan seperti mau mati disetiap saat."
Ryuga menoleh dengan datar. "Kalau begitu, bertahanlah. Nenekku pernah berkata, 'Yang mampu hidup dalam dunia yang kacau, adalah mereka yang bisa tetap tenang meski tubuhnya gemetar.'"
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Asap hitam naik dari arah pelabuhan. Ryu langsung bersiap, seperti merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Mereka datang lagi. Tapi kali ini... lebih besar."
Kael menatapnya dengan cemas. "Kau akan ke sana?"
Ryu mengangguk singkat. "Tentu. Dan kau?"
"Aku?" Kael mengerutkan dahi. Belum sempat ia menjawab—
[Sistem: Quest Sampingan Diaktifkan.]
[Bantu individu bernama "Ryuga" selama 12 jam ke depan.]
[Hadiah: 1 Token Akses Toko Awal + 100 EXP.]
[Kegagalan: Penalti Status – Semua atribut menurun selama 24 jam.]
Kael menghela napas dalam. "Oh, ayolah… sekarang kamu ikut campur dalam pilihan pribadiku juga?"
[Sistem: Tugas ini penting. Penolakan berarti konsekuensi.]
Kael mengangkat bahu, lalu menatap Ryuga yang sedang mengecek peta di perangkat kecil miliknya. "Sepertinya aku akan ikut denganmu untuk sementara."
Ryu meliriknya. "Berubah pikiran?"
Kael menjawab nya dengan Santai dengan sedikit amarah terhadap sistem. "Bisa dibilang... ya"
Ryu mengangguk tenang. "Tentu. Dunia ini memang tak memberi banyak ruang untuk pilihan."
Mereka mulai melangkah bersama, menyusuri jalur bebatuan yang menurun menuju sisa reruntuhan kota lama. Kabut pagi perlahan menipis, namun ketegangan justru makin terasa di udara.
Ryu menatap ke depan, nada suaranya rendah namun tetap tegas. "Nenekku pernah berkata—'Jika kau dipaksa berjalan dalam gelap, maka pastikan kakimu cukup kuat untuk tak terpeleset.'"
Kael tertawa kecil. "Nenekmu tuh filosof atau pendekar?"
"Dua-duanya," jawab Ryu tanpa ekspresi.
Mereka berjalan berdampingan dalam diam, hanya suara langkah kaki di antara reruntuhan kota yang menemani. Kael masih mencerna pertemuan tadi—pria bernama Ryu, yang dengan mudah membantai lima Hostle seorang diri.
"Kenapa selalu bilang 'nenekku pernah berkata'?" tanya Kael pelan, mencoba mencairkan suasana.
Ryu menjawab tanpa menoleh, "Karena dia satu-satunya yang pernah peduli saat semua dunia diam. Dan... dia benar dalam banyak hal."
Kael terdiam. Ada beban dalam kalimat itu. Ia mengenal rasa sepi yang sama, walau dari jalan hidup yang berbeda.
Tiba-tiba, notifikasi sistem muncul di hadapan Kael.
[Sistem: Notifikasi tambahan — Akses Toko akan dibuka dalam 5 hari lagi. Bertahanlah hingga waktu itu.]
[Catatan: Tidak menyelesaikan Quest dalam tenggat = Kematian.]
Kael menahan erangan kecil. Sistemnya memang gila. Bahkan saat ia hanya ingin diam, menikmati sesaat ketenangan, suara dingin itu selalu muncul. Seketika, matanya melirik Ryu.
"Kau juga dapat sistem suara itu? Yang ganggu pas tidur, kasih quest tidak masuk akal, dan mengancam?"
Ryu tertawa kecil. "Tidak. Sistemku... berbeda. Tak sekejam milikmu, rupanya."
"Hebat. Aku dapat versi ekslusif."
Ryu mengangkat alis, sedikit geli. Tapi sebelum ia menjawab, suara gemuruh kembali terdengar—getaran pelan di tanah, seperti derap kaki makhluk berat.
Mereka berdua berhenti. Di ujung jalan yang gelap, bayangan besar muncul. Seekor Hostle tipe baru, lebih tinggi dari makhluk serangga sebelumnya, tubuhnya seperti dilapisi baja hitam yang mengilap. Di belakangnya, dua makhluk lain dengan kaki panjang dan taring bengkok melata pelan seperti laba-laba.
"Hostle tipe tank dan tipe sentry…" Ryu menghunuskan katana-nya. "Lumayan untuk pemanasan."
Kael menarik napas. "Kau ambil yang mana?"
"Ambil semuanya saja. Nenekku pernah berkata—'Kalau kau mau belajar berenang, jangan cuma celupkan kaki.'"
Kael mendesah. "Kurasa aku benci nenekmu sekarang."
Pertempuran dimulai.
Makhluk tank menerjang ke arah mereka. Ryu menyelinap seperti bayangan, menghindari serangan dan mengincar titik-titik lemah. Kael, meski terlambat beberapa detik, ikut masuk ke medan.
Makhluk sentry menyerang Kael bertubi-tubi dengan serangan kaki cepat, menusuk dari berbagai arah. Kael mengaktifkan Chameleon Instinct secara otomatis—matanya memproses pola, lengannya meniru gerakan menghindar, dan perlahan ia mulai mengantisipasi serangan makhluk itu.
Tapi tubuhnya belum secepat pikirannya.
Satu tusukan sempat menembus bahunya. HP-nya turun drastis. Sistem memperingatkan.
[HP Kritikal. Bloodlust: Tidak Aktif – Syarat tidak terpenuhi.]
Kael memaki dalam hati. "diambang kematian pun belum cukup buat aktifin skill sialan ini…"
Ryu melompat ke arahnya, menebas dua kaki makhluk sentry dalam satu gerakan.
"Fokus. Nafas. Jangan panik," ucapnya datar. "Pakai rasa takutmu, bukan biarkan itu memakai mu."
Kael menarik napas pendek, lalu bangkit lagi. Tubuhnya berdarah, tapi pikirannya perlahan jernih. Ia membaca kembali gerakan musuh dan mulai melangkah lebih tepat.
Tak lama, makhluk pertama roboh—kepalanya dibelah oleh tebasan horizontal Ryu. Yang kedua mencoba kabur, tapi Kael melompat dan menusuk titik mata di lehernya, meniru tusukan yang tadi dipakai makhluk itu sendiri.
[Hostle dikalahkan – 1/3]
[Hostle dikalahkan – 2/3]
Satu makhluk tersisa. Mereka berdua berdiri berdampingan.
Kael tersenyum tipis. "Kukira cuma terbakar habis."
Makhluk terakhir—Hostle bertubuh baja—berdiri tegak seperti raksasa di antara reruntuhan. Napasnya menguap dalam kabut gelap, matanya menyala merah. Suatu bentuk kesadaran—atau kebencian purba—bersemayam di sana.
Ryu melangkah pelan, memutar katana di tangan kanannya. Kael, masih terengah-engah, menggenggam pecahan pipa logam yang tadi ia gunakan menebas makhluk sebelumnya.
"Pecahan pipa lawan baja hidup?" Ryu melirik ke samping. "Menarik."
"Cuma ini yang ada. Sistem pelit nggak ngasih pedang," sahut Kael kesal, meludah ke samping.
[Sistem: Catatan — "Upgrade senjata hanya tersedia setelah akses Toko dibuka."]
[Sisa waktu: 5 hari.]
Kael mendecak. "Upgrade senjata apa nya coba? Terima kasih untuk... tidak membantu seperti biasa."
"Ngomong sendiri?" tanya Ryu datar.
"Bukan. Ngomong sama 'pengganggu hidupku'."
Ryu tak membalas, hanya menghela napas. "Nenekku pernah berkata—'Kalau dunia memberimu iblis, bunuh dulu. Tanya nanti.'"
Makhluk baja mulai bergerak. Langkahnya berat, setiap jejaknya menghancurkan batu dan tanah. Ryu menyerang lebih dulu, mengincar kaki. Tebasannya memercikkan api dari kulit logam makhluk itu, tapi tak menembus.
Kael mundur, mencari celah. Lalu tiba-tiba, makhluk itu berputar cepat, lengannya menyapu ke arah mereka.
Ryu menghindar. Kael tidak sempat. Tubuhnya terhempas menghantam tembok. Layar sistem berpendar merah.
[HP di bawah 20%]
[Peringatan: Status kritis.]
[Bloodlust: Tidak aktif. Syarat tidak terpenuhi.]
Kael mencengkeram dadanya. "Apa-apaan ini… Aku udah sekarat, kenapa masih belum aktif juga?!"
[Catatan: Emosi Anda tidak mengizinkan pengaktifan — Ketakutan masih mendominasi.]
"Mau kutampar dulu biar marah?" teriak Ryu sambil menahan serangan.
Kael merangkak. Ia menatap makhluk itu, dan mendadak... sesuatu dalam dirinya berdenyut. Tapi bukan amarah. Bukan takut.
Kebencian.
Bukan pada makhluk itu, tapi pada sistem yang mempermainkan hidupnya. Pada semua yang datang tanpa jawaban. Pada kekuatan yang seharusnya memberinya keadilan, malah memberinya ancaman.
[Bloodlust: Aktif.]
[Status: Batas aktivasi tercapai.]
[Efek: +50% kecepatan, +70% serangan, +30% refleks — Durasi 2 menit.]
Mata Kael menyala merah samar. Nafasnya berat. Langkahnya menjadi ringan.
Ia berlari ke arah Hostle yang sedang berduel dengan Ryu. Dalam satu gerakan, ia melompat ke punggung makhluk itu, menusukkan pecahan pipa tepat ke belakang lehernya.
Ryu mengerti. Ia berputar, dan mengayunkan katana ke arah yang sama.
ZRAAAK!
Ledakan cahaya keperakan meledak dari dalam tubuh makhluk baja. Ia jatuh dengan dentuman berat, tanah bergetar.
[Hostle dikalahkan – 3/3]
[Quest selesai.]
Kael terduduk, tubuhnya gemetar. Efek Bloodlust menghilang, meninggalkan rasa kosong di dadanya.
Ryu berdiri di sampingnya, menatap ke arah mayat Hostle itu.
"Bagus," gumamnya. "Nenekku pernah berkata… 'Kemenangan sejati terasa saat kau nyaris mati untuk mencapainya.'"
Kael menoleh pelan. "Nenekmu punya banyak kutipan."
"Dia juga sering salah," jawab Ryuga, lalu tersenyum tipis. Untuk pertama kalinya.
Sinar senja menyelinap dari balik reruntuhan, mewarnai langit dengan warna oranye kelam. Asap tipis masih mengepul dari tubuh Hostle yang terbantai. Aroma logam dan abu menggantung di udara.
Kael duduk bersandar di tembok runtuh, napasnya masih memburu. Di tangan kirinya, luka memar mulai membiru. Sesekali ia melirik notifikasi sistem yang berpendar di sudut pandangnya, menyebalkan seperti biasa.
[Status: Stabil.]
[HP: 23%]
[Rekomendasi: Istirahat atau konsumsi item pemulihan (tidak tersedia).]
[Waktu tersisa hingga akses "Toko" dibuka: 5 hari.]
Ryu duduk tak jauh darinya, sedang membersihkan katana dengan sobekan kain. Gerakannya tenang, seperti sudah jadi kebiasaan bertahun-tahun.
"Jadi... kau selalu begini?" Kael membuka percakapan, setengah terduduk. "Ngelawan hostle, terus ngutip nasihat nenek?"
Ryu tak langsung menjawab. Matanya menatap jauh, mungkin lebih jauh dari cakrawala itu sendiri.
"Dia satu-satunya yang sempat mengajarkanku tentang dunia sebelum semuanya berubah," katanya datar. "Kutipan-kutipan itu… mungkin hanya pelindung."
Kael mengangguk perlahan. "Pelindung, ya… Aku bahkan nggak sempat punya siapa-siapa."
Keheningan jatuh di antara mereka. Tapi bukan keheningan yang canggung—lebih seperti jeda, sejenak di tengah kekacauan yang tak berkesudahan.
[Sistem: Mode istirahat pasif aktif — regenerasi 3% HP per jam.]
[Pengingat: Dunia nyata tidak menjamin keamanan mutlak.]
"Terima kasih," gumam Kael akhirnya.
Ryuga menoleh. "Untuk apa?"
"Kalau kau nggak datang, aku mungkin udah jadi debu di tanah tadi."
Ryu tersenyum tipis. "Nenekku pernah berkata—'Kalau bisa menyelamatkan seseorang tanpa alasan, maka lakukan. Tapi jangan heran kalau esoknya mereka tak tahu namamu.'"
Kael mengerutkan kening. "Aku nggak ngerti, tapi... keren juga."
Angin malam mulai bertiup pelan, membawa suara rerintihan sisa-sisa dunia lama. Mereka tetap diam, memulihkan tenaga.
Di kejauhan, kilatan ungu samar muncul dari langit—tanda lain bahwa Hostle masih terbuka di berbagai tempat.
"Besok bisa lebih buruk dari hari ini," ujar Kael.
"Dan lusa bisa lebih buruk dari besok," jawab Ryu. "Tapi kita tetap akan jalan."
Kael menarik napas panjang, menatap langit.
[Sistem: Quest baru akan tersedia dalam 6 jam.]
"Tidur dulu, sistem... Jangan ganggu lagi, atau gue pukul pakai pipa," gumamnya.
[Catatan diterima.]
[Sistem akan menonaktifkan suara notifikasi selama 5 jam.]
"Ah, akhirnya nurut juga."
Kael memejamkan mata. Dan untuk sesaat—dunia terasa tenang.
Fajar mulai menyingsing, menggantikan malam yang penuh luka dan debu. Langit tampak lebih pucat dari biasanya, seolah ikut letih melihat dunia yang terus runtuh sedikit demi sedikit.
Kael membuka mata perlahan. Tubuhnya terasa pegal, tapi napasnya lebih ringan dari semalam. Di sampingnya, Ryu sudah berdiri, lengkap dengan katananya yang telah bersarung. Tatapannya tajam, tapi tetap tenang.
"Sudah bangun," kata Ryu tanpa menoleh. "Kau tidur seperti batu."
Kael menguap lebar. "Ya, dan mimpinya... sistem ngajakin ngobrol tentang teori dimensi selama dua jam. Aku nyaris gila."
Ryuga tersenyum tipis. "Setidaknya kau masih bisa bermimpi."
Keduanya berdiri dalam keheningan beberapa saat, memandang ke arah hutan yang mulai diselimuti kabut pagi. Jalan di depan mereka bercabang.
"Jadi, kau akan ke arah utara?" tanya Kael sambil merapikan mantel sobeknya.
Ryu mengangguk. "Ada pusat aktivitas Hostle besar di sana. Beberapa orang kuat mulai berkumpul. Katanya, akan ada pengujian untuk masuk ke guild besar."
Kael terdiam sejenak. Ia belum yakin akan ke mana. Tapi satu hal pasti—jalan yang ditempuh Ryu bukanlah jalannya. Setidaknya, bukan untuk saat ini.
"Kalau begitu… semoga kita tidak saling membunuh kalau berseberangan," ucap Kael setengah bercanda.
"Jika takdir mempertemukan kita lagi di medan tempur, aku harap kau lebih kuat dari semalam," balas Ryu dingin. "Nenekku pernah berkata—'Perpisahan yang baik adalah doa dalam diam.'"
Kael mengangkat alis. "Nenekmu banyak omong, ya."
Ryu hanya terkekeh, lalu melangkah pergi tanpa melihat ke belakang. Bayangannya perlahan menghilang di balik kabut pagi.
Kael berdiri diam sejenak, menatap ke arah yang berlawanan. Di hadapannya, dunia masih kacau dan penuh tanya.
[Waktu tersisa hingga pembukaan Sistem Toko: 96 jam 43 menit.]
[Sistem: Quest harian akan tersedia dalam 1 jam.]
[Status: Sedikit lapar.]
"Empat hari lagi…" gumam Kael sambil menghela napas. "Entah apa yang bakal menungguku nanti."
Ia mengencangkan tali sepatunya, menepuk sisa debu dari pakaian nya, dan melangkah pergi. Sendiri. Seperti biasa.
Namun kali ini, dengan arah dan niat yang lebih jelas dari sebelumnya.