Cherreads

Chapter 5 - Bab 5 – “Jangan Pernah Gulat Dengan Gajah”

Langit pagi masih biru pucat saat Aren terjengkang ke tanah untuk ketiga kalinya.

“GAAARGHH—!”

Tubuh kecilnya terhempas oleh gerakan double underhook suplex yang dieksekusi sempurna oleh Hilda. Suara tubuhnya membentur tanah berumput terdengar empuk… tapi tidak terasa empuk.

“TIGA KALI, AREN! KAMU BENER-BENER MAU RUSAK TULANG SENDIRI!?” Hilda berdiri di atas tubuh Aren seperti patung raksasa yang puas setelah menaklukkan mangsanya.

Tapi Aren hanya terengah… dan tertawa.

“Belum… kalah…!”

Sudah dua puluh menit berlalu sejak mereka mulai bergulat untuk bersenang-senang (menurut Hilda), atau mempertahankan harga diri (menurut Aren).

Di bawah pohon tua di halaman belakang klan, di atas tanah berumput, Hilda dan Aren sudah bertarung dalam berbagai gaya:

• Gendongan bahu Hyuga (yang Hilda pelajari cuma dari melihat)

• Tangkap-peluk-patahin khas sumo

• Tahan-lutut-dan-pelintir milik Yuika

Dan Aren… yah… dia mencoba bertahan sambil berharap Tuhan mengirim bantuan.

Hilda terus tertawa setiap kali berhasil mengunci atau membantingnya. Tapi yang mengejutkan, dia mulai bernapas lebih berat setelah belasan menit.

Aren, meski lebam-lebam, tetap berdiri.

“Kamu keras kepala banget, Ren. Jujur, kamu kayak mainan yang gak rusak-rusak walau dibanting.”

Aren menyeringai, darah tipis di bibirnya. “Aku gak rusak… aku fleksibel.”

Dalam pikirannya, Aren teringat percakapan lama dengan ayahnya, Uchiha Ganja, saat malam sunyi di dapur rumah mereka. Saat itu Ganja sedang membersihkan katana sambil mendengarkan istrinya, Yuika, ngoceh karena kalah taruhan adu kekuatan.

“Ayah, gimana bisa menang dari ibu?” tanya Aren.

Ganja menyeringai. “Menang? Nggak mungkin. Tapi... membuatnya salah langkah? Itu bisa.”

Ia lalu mengambil sendok, meletakkannya di atas meja, lalu dengan gerakan cepat mendorongnya dengan satu jari... tepat ke arah gelas.

“Kalau kamu bisa mengalihkan berat badan lawan sepersekian detik, kamu bisa buat dia jatuh… bahkan kalau dia sekuat seekor beruang.”

“...Tapi gimana?”

Ganja mendekat dan berbisik, seolah memberitahu rahasia jutsu tingkat S:

“Beri tekanan kecil di titik yang tidak penting... lalu serang titik yang penting.”

Aren berdiri lagi. Tangan kirinya gemetar. Kaki kanan pegal.

Tapi dia punya satu ide.

Mereka kembali berhadapan. Hilda mengangkat tangan seperti biasa. Aren mundur setengah langkah, membuat seolah kehilangan keseimbangan.

“Aduh, engkelku kesleo.”

“Serius!?” Hilda kaget, dan mencondongkan badan.

Dan tepat saat itulah—

Aren menyodok sisi rusuk Hilda yang terbuka dengan jari keras dan cepat. Tepat di titik saraf pendek di bawah tulang rusuk yang sangat sensitif… titik yang bahkan petarung MMA bisa lumpuh sejenak kalau tidak siap.

“UGH!”

Tubuh besar Hilda berhenti setengah detik. Itu saja sudah cukup.

Aren berputar, menggulung ke bawah Hilda, dan mengaitkan lutut gadis raksasa itu. Tarikan cepat, tumpuan dipatahkan—

BRUK!

Hilda… terjatuh.

Aren menjatuhkan tubuh di tanah, napasnya kasar, dan menatap langit.

“...Aku menang?”

Hilda berguling ke samping, menahan sisi tubuhnya, lalu mulai tertawa. Keras.

“AHAHAHAHA! KAMU NIPU AKU! AKU SUKA ITU!”

Ia bangkit, masih tertawa, dan duduk di samping Aren sambil menepuk-nepuk punggungnya seperti mengajak anak anjing bermain.

“Kamu nggak kuat... tapi kamu licik. Itu lebih berbahaya.”

Aren menyeringai. “Trik kecil dari ayahku. Dipakai buat ngerjain ibuku… waktu malam ulang tahun pernikahan mereka.”

“Romantis banget,” jawab Hilda datar. “Pake titik saraf untuk romantisme.”

Tiba-tiba terdengar suara lembut dari balik pohon. Isabella, si kucing anggora putih, melangkah anggun dan… membawa sehelai daun kering di mulutnya.

Dia meletakkannya di depan Aren. Lalu menatap lurus ke mata Aren… dan pergi.

Aren dan Hilda membisu.

Hilda bersuara duluan. “Itu tadi... hadiah, ya?”

Aren mengangguk. “Sepertinya... iya.”

Di sisi daun itu ada bekas cakaran tiga garis, simbol khas dari kontrak familiar. Dan hanya mereka yang diakui oleh kucing summon akan mendapatkannya.

Sore itu, Aren dipanggil oleh ayahnya ke ruang utama.

Ganja duduk di atas bantal, membaca surat dengan stempel merah dari klan Uzumaki.

“Aren. Besok kau akan ikut misi pengawalan kecil. Seorang anak dari klan Uzumaki akan datang untuk studi klan di sini. Kau dan beberapa anak Uchiha lain akan mengawalnya dari perbatasan selatan.”

“Siapa anak itu?” tanya Aren.

“Namanya Uzumaki Kaito. Katanya dia... agak sulit diajak bicara. Tapi bukan masalah. Kau akan belajar sesuatu dari dia. Atau sebaliknya.”

Aren diam. Mengangguk. Merasa dadanya tegang lagi. Tapi… semangat juga.

“Di dunia ini, tak ada kekuatan yang sia-sia. Bahkan kebohongan kecil... bisa menjatuhkan gunung.”

More Chapters